Nusakambangan Yang Tak (Lagi) Angker

Agus Surono

Penulis

Nusakambangan Yang Tak (Lagi) Angker

Intisari-Online.com - Nama Nusakambangan identik dengan keangkeran. Soalnya pulau di selatan Cilacap ini menjadi tempat penahanan narapidana kelas kakap. Mirip Alcatraz di Amerika Serikat.

Namun Nusakambangan memiliki hutan tropis dengan puluhan vegetasi dan satwa langka yang masih terjaga asri di sana. Deretan goa alam bersanding lanskap pantai bertabur pasir putih menahbiskan pulau ini sebagai secuil surga di ujung selatan Pulau Jawa.

Untuk mencapai Nusakambangan kita bisa menggunakan perahu dari pantai tak jauh dari Benteng Pendem. Memasuki hutan tropis di wilayah timur Nusakambangan, hawa sejuk menyeruak sejak meninggalkan perahu yang mengantar dari Pantai Teluk Penyu, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah. Monyet ekor panjang bergelantungan di dahan pohon plalar. Kicau burung helas terdengar di antara debur ombak laut selatan yang ganas.Nusakambangan, pulau seluas 121 kilometer persegi itu, adalah salah satu pulau terluar di Nusantara. Wilayah bagian timur yang menjadi salah satu obyek wisata alam hanya bisa dijangkau dengan perahu dari pesisir Cilacap dengan waktu tempuh sekitar 15 menit.Setelah beberapa waktu menyusuri hutan lebat, angin pantai berembus menerpa wajah. Terhampar pantai berpasir putih yang dilindungi ceruk karang dan membuat ombak mengalun tak begitu deras. Beberapa bunga karang yang mekar menambah indah panorama di Pantai Karangpandan, pantai tersembunyi di bagian timur Nusakambangan.Memandang laut lepas, perahu nelayan lalu lalang di sekitar kapal tanker milik Pertamina yang memiliki dermaga di sekitar Pantai Teluk Penyu. Tasmini (34), pemilik warung kopi di tepi pantai, meyakinkan, fajar menyingsing terlihat begitu elok dari Pantai Karangpandan. ”Mataharinya merah bundar. Dengan latar depan perahu-perahu nelayan dan burung camar. Ada beberapa turis asing yang sengaja menginap di sini hanya untuk menyaksikannya,” ucapnya.Pantai indah di Nusakambangan tak hanya Karangpandan. Di Nusakambangan bagian barat, yang bisa ditempuh melalui Dermaga Sleko melewati Selat Nusakambangan dan Laguna Segara Anakan selama 2-3 jam, terdapat beberapa pantai yang tak kalah menawan.Di antaranya Pantai Permisan, Muara Empat, Indraloka, Karangbandung, dan Pantai Cimiring. Pantai Permisan terkenal dengan simbol pisau tertancap di tengah karang. Permisan menjadi kebanggaan pasukan Komando Pasukan Khusus (Kopassus) TNI Angkatan Darat yang setiap tahun menggelar pembaretan anggota baru di lokasi tersebut.Kekayaan hayatiSelain keindahan alam, pantai di Nusakambangan juga cocok untuk wisata khusus, seperti Pantai Teluk Solok yang cocok untuk penyelaman karena berair jernih dan banyak terumbu karang. Pantai Teluk Kemudu cocok dijadikan arena selancar (surfing) karena gelombang lautnya menantang.Terdapat juga goa alami. Juru kunci goa di Nusakambangan, Mardiyono, mengatakan, goa itu masih dihiasi stalaktit dan stalagmit. Di bagian barat pulau, terdapat Goa Masigitsela yang terkenal karena diyakini sebagai tempat ibadah Sunan Kalijaga. Hingga kini, Masigitsela menjadi tujuan peziarah untuk menyepi.Masih di bagian barat, ada juga Goa Bendung yang ditulis dalam buku Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Cilacap (2010) pernah digunakan sebagai tempat ibadah umat Nasrani pada abad ke-16 saat Belanda menguasai Indonesia. Kini, goa itu dikenal sebagai Goa Maria dan menjadi tempat ziarah umat Katolik. Di dalamnya terdapat altar dan stalaktit yang bentuknya seperti Bunda Maria.Kekayaan alam Nusakambangan begitu lengkap dengan hutan seluas 12.106 hektar. Berdasarkan penelitian Flora & Fauna International (FFI) Indonesia Programme bersama PT Holcim Indonesia, pulau ini menyimpan keanekaragaman hayati yang luar biasa. Hutan di Nusakambangan disebut sebagai hutan dataran rendah terbaik di Jawa yang masih tersisa dengan ketinggian 0-200 meter di atas permukaan laut (mdpl).Menyusuri hutan di Nusakambangan seperti merambah jantung hutan tropis di Pulau Kalimantan. Pohon dengan diameter hingga 1 meter masih mudah didapati. Hasil penelitian menyebutkan, terdapat 155 jenis tumbuhan, termasuk 115 marga dan 47 suku di pulau ini. Salah satu pohon endemik adalah plalar (Dipterocarpus littoralis), pohon sekuat kayu meranti Kalimantan yang kian langka. Aneka bunga juga menghiasi tempat ini. Misalnya, Rafflesia padma dan bunga wijayakusuma yang kabarnya hanya tumbuh di Pulau Majeti, di seberang Nusakambangan. Itulah awal pulau ini dinamakan Nusa Kembangan atau pulau bunga.Selain flora langka, hutan Nusakambangan juga menjadi habitat bagi fauna eksotik. Menurut Koordinator Riset Nusakambangan dari FFI, Setia Budiawan, fauna itu antara lain macan tutul (Panthera pardus melas), lutung budeng (Trachypithecus auratus), kijang, kancil, dan babi hutan.Laguna Segara AnakanSatu kekayaan alam lain dari Nusakambangan adalah Laguna Segara Anakan. Sebuah laguna yang memisahkan Pulau Nusakambangan dengan daratan Jawa. Inilah muara beberapa sungai di Jawa Barat, seperti Citanduy, Cibereum, dan Cimeneng. Air yang bersifat payau ini penting untuk menopang ekosistem perairan Nusakambangan. Semuanya berpusat pada hutan mangrove seluas 8.359 hektar yang merupakan hutan dengan jenis bakau terlengkap di Jawa, yakni mencapai 26 jenis.Di perairan tenang serupa danau seluas 400 hektar ini, mangrove menjadi salah satu sumber makanan, pembiakan, dan pembesaran alami dari sekitar 45 jenis ikan laut, 85 jenis burung, dan beragam satwa lain.Beberapa kali perjalanan menyusuri hutan mangrove di sekitar Segara Anakan dijumpai beberapa jenis burung langka, seperti bangau hitam dan bangau tongtong. Bahkan, menurut Budiawan, masih terdapat 109 spesies burung lain, seperti elang laut perut putih, kuntul karang, elang bondol, dan elang bido, di sekitar Segara Anakan.”Kami juga mendapati 35 jenis reptil dan 23 jenis kelelawar yang bersarang di goa alam dalam Nusakambangan. Hutan ini sungguh menjadi aset berharga bagi wisata alam dan penelitian,” ungkapnya. Sayang, belasan tahun terakhir, Segara Anakan kian mendangkal akibat sedimentasi lumpur dari aliran sungai yang bermuara di sana.Perlindungan terhadap Segara Anakan, menurut Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam Jawa Tengah Chrystanto, harus melibatkan semua pihak. Sebab, pulau ini ternyata juga berfungsi sebagai benteng alami ancaman gelombang tsunami. (Kompas.com/Gregorius Magnus Finesso)