Find Us On Social Media :

Nikmatnya Tersesat di Hutan Mangrove

By Agus Surono, Rabu, 19 Maret 2014 | 13:30 WIB

Nikmatnya Tersesat di Hutan Mangrove

Intisari-Online.com - Baru sekarang saya percaya jargon "sengsara membawa nikmat". Tak berhasil menemukan sebuah alamat, eh malah nyasar ke hutan mangrove di Kota Denpasar. Tapi, datanglah kemudian nikmatnya. Pemandangan di hutan bakau itu ternyata indah banget. Bak pangeran melihat putri duyung, saya langsung jatuh cinta.

Padahal, sumpah mati, saya bukan orang yang mudah jatuh cinta. Hutan mangrove sebenarnya bukan pemandangan aneh. Namun, ada nilai lebih yang dimiliki kawasan hutan bakau di Suwung, Denpasar ini. Di sini, kata hutan yang berkonotasi kotor, menakutkan, menjijikkan, disulap menjadi lokasi ekowisata yang, sim salabim, menawarkan sejuta kesenangan.

Cukup dengan menelusuri trail (sejenis jembatan pancang berpondasi di bawah permukaan air, lebarnya antara 1 – 2 m) sepanjang 2,5 km (pergi - pulang), saya sudah bisa "berkeliling" kawasan seluas hampir 1.400 ha itu. Pada jarak tertentu, berdiri hut (rumah peristirahatan terbuat dari kayu) buat pengunjung yang kecapaian. Bisa dipakai buat tidur-tiduran, memandangi burung-burung yang beterbangan, atau sekadar menikmati asmosfer hutan bakau nan menawan.

Kapan lagi bisa bersenang-senang di tengah hutan, tanpa sepatu boot dan tanpa rasa takut diterkam harimau?

Gardu kerajaan

Hutan bakau Suwung bisa dicapai dari Jln. By Pass Ngurah Rai. Jalan masuknya (sekitar 500 m) sudah beraspal mulus. Sesampai di depan gerbang hutan, saya sempat tertegun dan berdiri sebentar di muka sebuah papan peringatan kecil bertuliskan: Hati-hati Biawak!

"Jadi, tempat ini banyak biawaknya?" tanya saya pada seorang staf pengelola. Yang ditanya malah senyum penuh arti. "Oalaah, mudah-mudahan dia enggak tahu saya takut biawak," batin saya.

Kala itu, angin sore mulai rajin menerpa wajah. Lembut dan sejuk terasa di kulit. Sejurus kemudian, saya sudah sampai di "jalan utama" selebar 2 m yang dinamai Mucronata Trail. Suasana begitu senyap. Sambil melangkah, saya berpikir, apa yang harus dilakukan jika tiba-tiba ada biawak menghadang? Beruntung, belum sempat menemukan jawaban, terdengar tawa canda pengunjung nun jauh di depan. Kelihatannya rombongan mahasiswa yang sedang berdarmawisata.

Jumlah mereka sekitar sepuluh orang, tampak sedang beristirahat di Purple Heron Hut, rumah kayu berlantai dua, sekitar 400 m dari pintu masuk. Saya jadi ingat perkataan Arief Mahmud, Training Program Counterpart Pusat Informasi Mangrove di kantornya, tak jauh dari lokasi ekowisata. "Agar suasana tidak hiruk-pikuk, pengunjung diminta antre atau masuk bergantian. Kalau berombongan, dipecah dalam beberapa kelompok. Masing-masing didampingi seorang pemandu," bilang Arief.

Makin cepat saya melangkah, kian jelas keberadaan mereka. "Ternyata hutan bakau banyak manfaatnya, ya," ujar seorang mahasiswi berwajah sendu. "Ya, tapi kalau malam, tempat ini pasti seram," sahut kawannya, cowok berambut gondrong. Pemandu mereka mengiyakan, lalu bercerita tentang seorang pengunjung yang "berdarmawisata" di malam hari. Pengunjung nekat itu akhirnya lari terbirit-birit, setelah melihat "penampakan".

"Benar?" konfirmasi si mahasiswa. "Entah. Saya 'kan cuma dengar ceritanya," aku si pemandu. Ada-ada saja.

Dari Purple Horn Hut, saya harus melanjutkan perjalanan melewati Thespesia Trail, Aegiceras Trail, Sonneratia Trail, dan berakhir di Tern Hut. Total jarak dari Horn Hut ke Tern Hut kira-kira 600-an meter. Rute Aegiceras Trail - Tern Hut, yang panjangnya sekitar 500 m, merupakan rute mengasyikkan. Lebar trail-nya sekitar semeter, dengan pemandangan menakjubkan. Mangrove berukuran raksasa dengan akar yang berotot siap menyapa pengunjung, lewat daun dan batang kecilnya yang melambai-lambai, menjorok ke trail.