Find Us On Social Media :

Kampung Kauman, Sejarah yang Tak Pernah Habis

By Agus Surono, Minggu, 6 April 2014 | 17:00 WIB

Kampung Kauman, Sejarah yang Tak Pernah Habis

Intisari-Online.com - Berharap cuaca cerah di kampung Sang Pencerah. Selami dan nikmati suasana kampung yang dulunya merupakan tempat tinggal para kaum.

Awalnya qaaimuddin artinya orang-orang yang menegakkan agama Islam. Karena lidah Jawa sulit mengucapkan, maka berubahlah menjadi Kaum. Ketika para Kaum berdiam di suatu tempat, maka muncullah istilah Pakauman lebih dikenal Kauman untuk menyebut tempat itu.

Kauman sudah ada sejak zaman Sultan Hamengkubuwono I memerintah. Kampung seperti ini juga ditemukan di beberapa kota besar, seperti Semarang dan Surabaya, dan berlokasi tak jauh dari Masjid Agung. Beberapa kampung di Yogyakarta ada istilah Mbah Kaum, seorang ulama kampung yang disegani dan menjadi rujukan agama Islam bagi orang-orang kampung.

Kauman di Yogyakara unik. Di sini tinggal pula ketib penghulu yang ditugaskan oleh kraton untuk mengatur soal-soal keagamaan. Warga kampung hidup dalam kekerabatan yang erat. Tak heran tiap sore di lorong-lorong Kampung Kauman bisa dijumpai warga yang saling bersapa.

Jalan Kampung Kauman tidak hanya berfungsi sebagai penghubung antarbagian wilayah, namun juga menjadi denyut nadi keakraban. Dari tempat main sepak bola anak-anak kecil, ibu-ibu yang momong anaknya, sampai pasar kaget saat Ramadhan.

Kicak, makanan khas Kampung Kauman, bisa dinikmati saat Ramadhan. Penganann ini terbuat dari ketan dikukus yang dibungkus oleh potongan nangka. Harum dan legit, ditemani es kolak cocok untuk berbuka puasa.

Melewati lorong yang berkelok dan bangunan berdetail sulur tanaman, sampailah kita di Masjid Agung, yang berada tepat di sisi barat Alun-alun Utara. Berdiri sejak abad ke-17, inilah mesjid tertua di Yogyakarta, sekaligus dilindungi sebagai bangunan cagar budaya.

Diamati, ada jenjang untuk memasuki masjid ini, mulai dari gerbang, menuju halaman, ke serambi, lalu ke inti bangunan. Dilihat dari halaman, mesjidnya beratap tumpang, yang melambangkan kehidupan manusia, Hakekat, Syari'at,dan Ma'rifat.

Sejarah mencatat, Tumenggung Wiryakusuma menjadi perancang bangunan ini. Setiap Ramadhan, Mesjid Agung selalu ramai dengan aktivitas keagamaan. Tradisinya pun unik, ada buka puasa bersama tiap harinya dengan menu spesial gulai kambing tiap Kamis.

Gerbang di Mesjid Agung menembus Kampung Kauman. Menariknya jika tersesat di lorong-lorong kampungnya, selalu ada jalan untuk menuju ke Mesjid Agung. Kalaupun tersesat silakan bertanya pada warga. Mereka akan menunjukkan arah sekaligus banyak bercerita tentang keseharian di kampung.

K.H. Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah, juga berasal dari Kampung Kauman. Banyak kenangan Ahmad Dahlan yang bisa disaksikan, seperti Langgar Ahmad Dahlan, yang sering digunakan untuk pelajaran mengaji dan berdakwah. Suasana belajar yang tenang menarik banyak santri untuk ke sini, termasuk almarhum Gus Dur dan Amien Rais yang pernah mencecap pendidikan di Kampung Kauman.

Sadar pentingnya pendidikan yang membawa kemajuan, Ahmad Dahlan juga mendirikan sekolah lanjutan di Kampung Kauman yang berbasis pada organisasi Muhammadiyah. Awalnya bernama Hooge School Muhammadiyah tahun 1919, lalu berganti menjadi Kweekschool Muhammadiyah tahun 1923.

KH Ahmad Dahlan banyak bergaul dengan berbagai kalangan, mulai dari Budi Oetomo yang priyayi, Van Lith, S.J. pastor dan guru dari kalangan Katolik, sampai para pedagang pasar. Idenya tidak hanya berhenti di Kampung Kauman, tapi sejak tahun 1921, juga menyebar ke banyak tempat lain dengan sekolah-sekolah Muhammadiyah dan organisasi sosial di bawah naungan Muhammadiyah.

Siti Walidah, yang lebih dikenal dengan Nyai Ahmad Dahlan, istri dari KH Ahmad Dahlan, ikut pula mendirikan Yayasan Aisyiah, organisasi sosial untuk perempuan. (Danu/Where To Go Joglosemar - 2011)