Penulis
Intisari-Online.com - Laksamana Cheng Ho yang kisahnya disinetronkan beberapa waktu siiam merupakan penjelajah besar pada zaman Dinasti Ming. Saat melawat ke Indonesia, kapalnya rusak dan singgah di Semarang. Di sini ia mendirikan tempat pemujaan yang sekarang lebih dikenal dengan Kelenteng Sam Poo Kong
Kekaguman langsung menusuk kalbu begitu memasuki halaman kelenteng tertua di Semarang ini. Bangunan megah didominasi warna merah itu berdiri gagah. Di depannya, pelataran luas berhiaskan beberapa patung khas. Sungguh, betapa kecilnya kita di hadapan itu semua.
Kelenteng Cheng Ho lebih dikenal daripada nama aslinya Kelenteng Sam Poo Kong, seperti yang tertulis di atas pintu gerbang masuk. Warga sekitar mengenalnya sebagai Klenteng Gang Pinggir. Dinamakan begitu mungkin karena letaknya di pinggir sungai.
Mitos yang beredar di masyarakat, dulu Laksamana Cheng Ho yang berlayar ke Jawa untuk misi persahabatan mengalami masalah dengan kapalnya di sungai tersebut. Cheng Ho lalu membangun sebuah kuil peribadatan di dekat situ.
Saya memasuki kelenteng dari pintu utara. Masih ada dua pintu lagi, yakni pintu timur dan selatan. Namun sepertinya pintu utara yang sering dibuka. Di sini juga terdapat lahan parkir yang luas.
Pintu utama ditutup, pengunjung melewati pintu kecil di samping pintu utama. Tak jauh dari situ ada loket. Jika hari sepi seperti saat saya masuk, petugas yang merangkap satpam tak jarang tak ada di loket. Tapi jangan khawatir, begitu melihat pengunjung datang ia bergegas ke loket dan menjalankan tugas seperti biasanya.
Komplek Kelenteng Sam Poo Kong terdiri atas sejumlah anjungan. Bangunan pemujaan utama ialah Klenteng Besardan Gua Sam Poo Kong. Gua ini memiliki mata air yang tak pernah kering. Bangunan kelenteng merupakan bangunan tunggal beratap susun.
Berbeda dengan jenis kelenteng yang ada di Pecinan, Kelenteng Sam Poo Kong tidak memiliki serambi atau balai gerbang yang terpisah. Pada bagian tengah terdapat ruang pemujaan Sam Po. Gua terletak di dekatnya. Tampak muka gua berhiaskan sepasang naga dengan bola api yang terletak di atas ambang pintu masuk yang sempit.
Di sisi kanan Kelenteng Besar terdapat Klenteng Tho Tee Kong, tempat-tempat pemujaan Kyai Juru Mudi, Kyai Jangkar, Kyai Cundrik Bumi, dan Mbah Kyai Tumpeng. Pemberian nama tempat pemujaan itu berdasarkan benda atau nama orang kepercayaan Cheng Ho. Kyai Cundrik Bumi misalnya, menjadi tempat penyimpanan senjata pasukan Cheng Ho.
Bangunan kelenteng sudah berubah dari aslinya. Semula berupa bangunanberatap pelana dengan bubungan melengkung dan teritisan yang disosorkan. Saat ini, bangunan kelenteng menyerupai sebuah anjungan beratap limasan dengan bidang atap dan bubungan yang dilengkungkan ke atas. Penutup atap yang semula genteng telah diganti dengan seng bergelombang.
Tempat pemujaan Kyai Jurumudi dipercaya sebagai makam Wang Jing Hong, wakil Cheng Ho dalam pelayarannya. Bangunan makam merupakan bangunan sederhana beratap pelana. Pintu masuknya terletak di tengah dan di kedua sisinya terdapat jendela bundar. Di bawah kedua jendela bundar terdapat lukisan berwarna yang mengisahkan perjalanan pelayaran Sam Poo.
Kompleks Sam Poo Kong diperkirakan dibangun pada abad ke-15, setelah kedatangan Sam Poo Tay Djien (Cheng Ho) di Jawa. Pendaratan tersebut dilakukan di pelabuhan yang pada awal abad ke-15 terletak di Simongan. Sekitar dua abad kemudian, tepatnya di bulan Oktober 1724, pendaratan itu diperingati dengan mengadakan upacara besar-besaran.
Pada tahun 1704 diberitakan bahwa gua yang dipercaya sebagai tempat tinggal Sam Poo runtuh disambar petir. Tak berselang lama gua tersebut dibangun kembali dan didalamnya ditempatkan Sam Poo dengan empat anak buahnya yang didatangkan dari Tiongkok.
Pada perayaan tahun 1724 tersebut telah ditambahkan bangunan emperan di depan gua. Setelah itu beberapa perbaikan masih dilakukan. Bahkan saat ini masih ada rencana penambahan beberapa bangunan. (Where To Go Joglosemar/Yds)
KELENTENG SAM POO KONGJalan Simongan RayaSemarangKoordinat Bumi: S 6°59'46" E110°23'53"