Melihat Jejak Wedhus Gembel di Museum Sisa Hartaku

Agus Surono

Penulis

Melihat Jejak Wedhus Gembel di Museum Sisa Hartaku

Intisari-Online.com– Tahun 2010 Merapi mengalami erupsi. Banyak desa luluh lantak diterjang awan panas erupsi Merapi kala itu. Salah satunya adalah Dusun Kopeng, Umbulharjo, Kecamatan Cangkringan.Untuk mengingat peristiwa itu, rumah-rumah di kawasan ini dibiarkan apa adanya. Lapuk dimakan usia. Kawasan ini pun menjadi salah satu daya tarik wisatawan yang berkunjung ke lereng Gunung Merapi dari arah Yogyakarta.Salah satu rumah itu, milik Sriyanto - warga Dusun Petung RT 2 RW 5, dijadikan semacam museum. Museum Sisa Hartaku, begitu namanya. Memanfaatkan bekas rumahnya yang telah hancur, Sriyanto kini berhasil membangun museum yang sangat sederhana. Namun begitu, ia memiliki koleksi yang cukup lengkap yang berasal dari harta bendanya yang hancur akibat awan panas.Mulai dari bekas botol yang meleleh, dokumen-dokumen, pakaian, peralatan rumah tangga, gelas, piring, uang logam yang meleleh, sendok yang juga sudah meleleh serta pakaian-pakaian yang sudah hangus sebagian. Akan tetapi, dari ratusan buah harta bendanya itu, Sriyanto memilih dua peninggalan yang menurutnya memiliki arti paling penting dalam hidupnya. Yaitu kerangka sapi utuh miliknya serta satu buah jam dinding yang menunjukan angka pukul 12 lebih 5 menit 40 detik hari Jumat 5 Nopember 2010.Sriyanto menjelaskan, jam dinding yang ditemukan dalam posisi terbalik di bawah lapisan pasir Merapi itu, mengabadikan saat awan panas menghancurkan kawasan ini. Jarum jam itu menunjuk waktu yang tepat dalam kondisi meleleh terbenam pada bagian dinding jam. Sedangkan kerangka sapi utuh yang ia pajang di depan rumahnya merupakan pemberian mertuanya, tak lama setelah ia menikah."Sapi itu diberi mertua untuk modal menikah, sampai akhirnya beranak pinak sampai enam kali hingga saya mampu membangun rumah ini," jelas bapak dua anak ini sambil menunjuk rumahnya yang hancur.Nah, bagi yang sedang berwisata ke Kaliurang di Yogyakarta tak ada salahnya berkunjung ke museum itu. (Tribun Jogja)