Energi Terbarukan: Ketika Bayu dan Surya Berpadu di Pantai Baru

Arnaldi Nasrum

Penulis

Energi Terbarukan: Ketika Bayu dan Surya Berpadu di Pantai Baru

Intisari-Online.com - Sejak PLTH Pantai Baru Desa Ngentak, Poncosari,Srandakan, Kabupaten Bantul, Yogyakarta dioperasikan pada 2010, warga lokal tak pernah khawatir soal ketersediaan listrik bahkan ketika krisis listrik nasional diributkan. Beberapa turbin angin malah harus dimatikan untuk menghindari daya yang terbuang karena produksi energi yang berlebihan. Namun, agar pengelolaan energi ini berkelanjutan, nasib PLTH ada di tangan masyarakat setempat.

Pengelolaan energi di PLTH Pantai Baru memang patut diacungi jempol. Perjalanannya selama lima tahun dalam memenuhi kebutuhan energi warga Pantai Baru telah terbukti. Tidak heran jika PLTH Pantai Baru menjadi salah satu kiblat pengelolaan energi terbarukan di Indonesia.

Apalagi selama ini, tidak sedikit program pengelolaan energi terbarukan telah mangkrak. Pengelolaannya terbengkalai bahkan beberapa komponen pengembangannya tidak lagi diperhatikan. Sebut saja pada 2010, taman teknologi energi alternatif di Pantai Parangracuk, Kabupaten Gunung Kidul, DI Yogyakarta sudah tidak berjalan lagi. Seperti dikutip kompas.com, semua prototipe pembangkit listrik tenaga ombak milik Badan Penerapan Pengkajian Teknologi di sana, mulai dari turbin angin, sel surya, hingga pembangkit listrik tenaga ombak, tidak lagi bisa digunakan.

Masyarakat tentu saja memiliki peranan penting dalam menggerakkan ekonomi kerakyatan melalui pengelolaan sumber daya energi mandiri seperti PLTH tadi. “Caranya dengan tidak memposisikan masyarakat hanya sebagai konsumen,” ungkap Puthut Indroyono, peneliti peneliti dari Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan(PUSTEK) UGM. Jauh lebih luas, masyarakat dapat dilibatkan dalam hal kegiatan produksi, distribusi, dan penguasaan faktor-faktor produksi. Jangan sampai peran masyarakat hanya sebatas mengumpulkan iuran untuk membeli listrik.

Sejauh pengamatan Puthut, hal inilah yang menyebabkan banyak program pengelolaan energi tidak berjalan. Pengelolaan proyek biodiesel di Desa Mandiri Energi di Grobogan, Jawa Tengah adalah salah satunya. Petani setempat melalui kelompok tani hanya diposisikan sebagai pemasok bahan baku, bukan pada kemanfaatan energi terbarukan. Kalau pun ada yang terlibat dalam kegiatan produksi, peran masyarakat hanya menjadi buruh. Mereka belum terintegrasi ke dalam sebuah tata kelola kelembagaan.

Cerita akan menjadi lain apabila para petani di Grobogan dan banyak di tempat lainnnya diberikan kesempatan menjadi pemilik proyek biodiesel. “Ini dilakukan lewat skema yang disepakati seperti saham atau koperasi,” terang Puthut. Setidaknya, masyarakat dapat dilibatkan dalam tahap perencanaan dan pengambilan kebijakan.

(Selengkapnya dapat dibaca di Majalah Intisari Edisi September 2015)