Penulis
Intisari-Online.com -Sepuluh tahun sudah tsunami Aceh berlalu. Cerita haru-biru, kenangan pahit, upaya relokasi dan rekonsiali, bersatu menjadi sebuah memori kolektif yang sukar dilupakan. Banyak yang belum diketahui khalayak perihal tsunami Aceh, salah satunya adalah bahwa tsunami Aceh adalah sebuah siklus yang berulang-ulang. Telah ada jejak tsunami yang cukup panjang yang pernah terjadi sebelum tsunami Desember 2004.
Dua tim peneliti di Meulaboh, Aceh Barat, dan Pulau Phra Thong, Thailand, dalam sebuah pelacakannya menemukan: dalam kurun waktu 1.000 tahun terakhir, kawasan Samudra Hindia pernah dilanda dua tsunami raksasa laiknya tsunami Desember 2004.
Tim yang meneliti di Thailand menemukan jejak tsunami raksasa sekitar tahun 1300 – 1450, sementara tim Meulaboh menemukan jejak tsunami pada 1290 – 1400. Tak hanya itu, mereka juga berhasil menemukan jejak tsunami pada 780 – 900. Untuk mengecek keabsahan penelitian tersebut sila cek majalah Nature Vol 455 edisi 30 Oktober 2008.
Menyusul kemudian penggalian lapisan lantai goa di di kawasan Lhong, Aceh Besar yang melibatkan peneliti dari Singapore Earth Observatory, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), dan Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh. Penelitian gabungan itu menemukan jejak tsunami yang diduga menghancurkan sebagian besar peradaban Aceh di masa lampau.
”Dari penanggalan lapisan tanah di reruntuhan benteng di Lamreh, Kecamatan Krueng Raya, Aceh Besar, kami menemukan dua pelapisan tsunami. Jejak pertama berasal dari tsunami yang terjadi akhir tahun 1300 dan satu lagi pertengahan 1450,” kata Nazli Ismail, pengajar Jurusan Fisika Universitas Syiah Kuala, seperti dikutip dari Kompas.com.
Berjarak 10 tahun?
Dari penelitian itu juga ditemukan bahwa tsunami sudah terlalu sering menghantam pesisir barat Aceh. Misalnya di Lhok Cut dan Ujung Batee Kapal, para peneliti menemukan sisa bangunan kuno terkubur pasir hingga 380 cm. Lapisan endapan tsunami juga ditemukan di keramik-keramik dan sumur tua. Jika ditarik benang berah, jejak peradaban yang terkubur sisa tsunami itu diperkirakan bagian dari peninggalan kerajaan kuno Lamuri yang berdiri di seputaran abad ke-9. Sementara dari goa di Pantai Lhong, Aceh Besar, ditemukan setidaknya 10 jejak tsunami.
”Beberapa lapisan tsunami hebat yang kami identifikasi dari lapisan tanah di goa itu berasal dari tsunami 2004, tsunami sekitar 2.800 tahun lalu, 3.300 tahun lalu, 5.400 tahun lalu, dan 7.500 tahun lalu,” kata Nazli. Gegar Prasetya, peneliti tsunami dari Amalgamated Solution and Research, menambahkan, data paleotsunami di goa yang ditemukan di Aceh terlihat, ada siklus tsunami besar yang datang berdekatan. Bahkan, ada yang jaraknya hanya 10 tahunan dari segmen yang berbeda.
Dari paparan di atas muncul kesimpulan bahwa tsunami bisa saja berulang di Aceh dalam era ini, dengan skala yang bahkan lebih besar. Persepsi ini juga didukung oleh temuan yang menyebut adanya akumulasi slip di belakang PulauSimeulue sampai Meulaboh yang belum lepas energinya. Oleh karena itu, couplet earthquake atau gempa besar yang berdekatan bisa terjadi di zona subduksi sekitar Aceh.
Meski demikian, para peneliti belum bisa memastikan, kapan, di mana, dan seberapa kuat gempa yang bakal terjadi berikutnya. Semuanya masih berstatus misteri lantaran belum ada teknologi yang dapat meramalkan keberadaannya. Oleh karena itu, untuk menghadapi tsunami aceh yang merupakan siklus yang berulang-ulang itu, diperlukan kesiapsiagaan penuh oleh semua kalangan. Pemerintah juga sipil.