Find Us On Social Media :

Gawat, 19 Ribu Burung Diperdagangkan Secara Ilegal di Jakarta!

By Moh. Habib Asyhad, Senin, 28 September 2015 | 17:00 WIB

Gawat, 19 Ribu Burung Diperdagangkan Secara Ilegal di Jakarta!

Intisari-Online.com - 19 ribu burung diperdagangkan secara ilegal di Jakarta—dan terang-terangan. Penelitian TRAFFIC yang dilakukan pada pertengahan 2014 lalu menyebut beberapa tempat yang dianggap sebagai tempat perdagangan ilegal tersebut. Gawat!

Tempat-tempat itu adalah Pramuka dan Jatinegara di Jakarta Timur, dan Barito di Jakarta Selatan. Tak hanya tempat, TRAFFIC juga mendata jenis-jenis burung yang diperdagangkan.

Ada 19.036 ekor burung yang diperdagangkan di tiga pasar burung di Jakarta itu. Sementara, total jumlah spesies yang dijual mencapai 206 jenis! Untuk masing-masing pasar, di Pramuka ada sekitar 186 jenis yang diperdagangkan, sedangkan untuk Jatinegara dan Barito masing-masing 106 jenis dan 65 jenis.

Sebanyak 98 persen atau 184 jenis burung yang diperdagangkan adalah burung asli Indonesia. Dari jumlah itu, 22 diantaranya dilindungi menurut Peraturan Pemerintah No 7 tahun 1999.

Dari banyak jenis tersebut, sekitar delapan jenis masuk Daftar Merah International Union for Conservation of Nature (IUCN). Dua diantaranya masuk kategori critically endagered, yaitu jalak bali (Leucopsar rothschildi) dan jalak sayap hitam (Acridotheres melanopterus).

Jenis lain yang masuk Daftar Merah IUCN adalah poksay kuda, gelatik jawa, poksay sumatera, nuri bayan, cucakrawa, dan bubut jawa.

Jika dinominalkan, nilai ekonomi burung-burung yang diperdagangkan secara ilegal itu termasuk sangat tinggi. Burung branjangan (Mirafra javanica) yang tercatat sebagai paling populer punya nilai sekitar US$63 ribu. Sementara total nilai 10 burung paling populer yang diperdagangkan, mencakup diantaranya jalak suren (Gracupica contra) dan jalak kerbau (Acridotheres javanicus), mencapai sekitar US$335 ribu.

Kondisi ini tentu saja sangat memprihatinkan. Serene Chong, Programme Officer TRAFFIC Asia Tenggara yang terlibat riset mengatakan bahwa ini adalah bencana bagi burung-burung di Indonesia. Sementara Chris R. Shepard, Direktur TRAFFIC, dalam pernyataannya mengatakan, “Kami mendesak pemerintahan baru Indonesia, yang telah melakukan langkah-langkah untuk menguatkan usaha-usaha konservasi, untuk bertindak lebih lanjut dan lebih tegas dalam mengatasi ancaman ini.”