Find Us On Social Media :

SPG: Si Ujung Tombak Penjualan (1)

By Nur Resti Agtadwimawanti, Jumat, 31 Agustus 2012 | 16:00 WIB

SPG: Si Ujung Tombak Penjualan (1)

Intisari-Online.com - Perempuan-perempuan muda berparas cantik itu berjajar di depan stan. Mereka bergantian memberikan selebaran. Senyum manis tak pernah luput dari mimik mereka. Namun, sesekali raut muka kecut pun terlihat. Sales Promotion Girlsalias SPG, si ujung tombak penjualan ini boleh dibilang sebagai “pemanis” agar calon pembeli mau menyambangi stan mereka. Kalau tak ada mereka, bisa-bisa penjualan tak laku.

Kira-kira begitulah rutinitas SPG dalam kesehariannya bekerja. SPG bertugas mempromosikan atau sekaligus menjual produk dari klien. Kadang, ada target. Mereka berangkat pagi, seharian berdiri dan menawarkan produk, kemudian pulang malam. Kostum yang acap kali sudah ditentukan klien pun mereka gunakan. Pameran-pameran tertentu atau roadshow di mall-mall menjadi tempat kerja mereka.

SPG, begitu banyak rumor yang beredar di masyarakat mengenai citranya. Ada orang yang beranggapan bahwa pekerjaan SPG hanyalah bermodal “tampang” saja. Pun, muncul istilah SPG “nakal”. Tapi, satu hal yang pasti. Menjadi SPG itu tidak mudah dan memerlukan keterampilan.

Laris oleh anak kuliahan

Boleh dibilang, pekerjaan sebagai SPG menjadi semacam “incaran” anak kuliahan. Mereka bisa mendapatkan tambahan uang dengan pekerjaan yang tak perlu prioritas latar pendidikan itu, apalagi indeks prestasi. Tapi, tidak menutup kemungkinan bagi selain mahasiswa. Asal terampil berkomunikasi, punya penampilan menarik, dan punya waktu luang, tentunya ditambah keberuntungan. Maka, bisa lah dia menjadi SPG.

Marella, misalnya. Perempuan yang akrab disapa Lala itu bertutur bahwa dirinya mulai berkecimpung di dunia SPG sejak 2006 hingga 2009. Saat itu dia masih duduk di bangku kuliah. Mungkin sama dengan kebanyakan orang, keputusannya menjadi SPG, salah satunya untuk menambah uang jajan. “Waktu itu saya coba. Sekali dua kali lumayan menghasilkan hingga akhirnya ‘keterusan’,” terangnya. Selain menambah uang jajan, Lala juga mendapatkan pengalaman, terutama dalam bidang penjualan.

Senada dengan Lala, Emmanuella P.Ningtyas mengamininya. Emma, begitu sapaannya, masuk ke dunia SPG dari tahun 2005 sampai 2008. Tentu saja karena dulu masih ada kesibukan kuliah, mereka menerima tawaran ketika ada waktu luang saja.

Banyak pengalaman, koneksi didapat

Banyak pengalaman itu bisa diartikan juga banyak teman atau koneksi.  Koneksi ini akan sangat berguna ketika kita hendak melangkah ke jenjang dunia kerja. Diakui Lala, dengan bekerja sebagai SPG dirinya  menjadi kenal dengan banyak orang, termasuk dari perusahaan yang pernah menjadi kliennya. Dari situ, Lala mendapat koneksi dengan berbagai perusahaan. Ujungnya ya bisa memudahkannya mendapat tawaran kerja.

Pernah suatu kali saat Lala menjadi SPG suatu produk. Seperti biasa, dia menawarkan produk kepada calon pembeli. Lala pun menjelaskan produk tersebut dengan detil dan bagus. Tak ayal, calon pembeli kepincut. Sungguh tak diduga, calon pembeli tersebut berasal dari bagian marketing sebuah perusahaan.

“Dia malah menawarkan saya kerja di perusahaannya karena saya bagus menawarinya,” kenang Lala. Beberapa kali ditawari, semisal menjadi public relation di restoran hingga marketing promotion di sekolah. Sayangnya, mereka membutuhkan pekerja penuh, bukan paruh waktu seperti Lala ketika itu. Alhasil, ya kesempatan itu dilewatkannya.

Tapi, setidaknya pengalaman itu membuktikan bahwa menjadi SPG itu pun punya banyak nilai positif. Belum lagi bila sudah terjun ke dunia tersebut dan kenal dengan sesama SPG, informasi tentang pekerjaan selanjutnya tentu akan lebih mudah didapat.

Bahkan, Lala sering mendapatkan informasi tawaran kerja dari sesama SPG atau agency tempat dirinya bernaung. Agency ini, memang kerap menjadi sandaran para model atau SPG untuk mendapatkan pekerjaan. “Untungnya ikut dalam agency itu tak perlu susah mencari. Plus, lebih mudah lolos seleksinya,” tambahnya.