Find Us On Social Media :

Mengais Rezeki di Bawah Air (1)

By Ade Sulaeman, Rabu, 2 Januari 2013 | 05:00 WIB

Mengais Rezeki di Bawah Air (1)

Intisari-Online.com - Sekitar pukul 07.30, beberapa orang sudah sibuk beraktivitas di Seaworld Indonesia, Ancol, Jakarta Utara. Ada yang sedang menyiapkan makanan untuk biota-biota yang berada di akuarium, ada yang membersihkan lantai, serta ada pula yang sedang sibuk bersih-bersih, tapi langsung dari dalam akuarium hiu.

“Setiap hari selalu ada akuarium yang dibersihkan,” ungkap Mahdi Abdat, salah satu aquarist Seaworld Indonesia. Maklum, selain mengganggu secara estetika, akuarium yang kotor karena sisa-sisa makanan dan kotoran biota-biota penghuninya dapat menimbulkan nitrit yang dalam kadar tertentu bisa mengganggu kehidupan biota, bahkan dapat membunuhnya.

Aksi “bersih-bersih” ini juga diisi dengan pengecekan biota-biota yang berada di dalam akuarium. Apakah ada ikan yang sakit atau stres. Jika ada ikan yang dianggap sudah terlalu besar maka harus dipindahkan ke akuarium utama. “Kalau tidak dipindahkan, maka dia bisa saja memakan ikan yang lebih kecil,” Mahdi menjelaskan.

Untuk coral reef aquarium (akuarium terumbu karang), petugas juga perlu memeriksa apakah terdapat terumbu karang yang mati, untuk kemudian mengambilnya, dan menata kembali terumbu karang diakuarium tersebut karena adanya daerah yang kosong setelah terumbu karang yang mati diambil.

Masing-masing akuarium memiliki rentang waktu dan cara yang berbeda untuk dibersihkan. Ada yang harus dibersihkan setiap hari seperti akuarium duyung, ada juga yang hanya perlu dibersihkan setelah dua minggu seperti akurium air tawar. “Selain tidak mudah kotor, air yang digunakan untuk akuarium air tawar juga perlu 'diirit' karena digunakan juga oleh manusia,” Mahdi sedikit tertawa.

Meskipun semuanya menggunakan cara yang hampir sama, yaitu kaca dilap, dinding disikat kemudian sisa kotoran di hisap menggunakan vacuum cleaner khusus, ada “aturan” dan “teknik” tertentu untuk setiap akuarium.

Misalnya untuk akuarium terumbu karang, petugas harus sangat berhati-hati agar dirinya tidak menyentuh terumbu karang, karena dapat menganggu pertumbuhan terumbu karang. Petugas yang menyentuhnya juga bisa saja terluka karena terumbu karang yang tajam. Oleh karenanya, “Kita kadang harus bertumpu pada satu kaki yang jinjit dan pada satu tangan yang berpegangan pada dinding buatan,” Mahdi berbagi kisah.

Lain lagi dengan akuarium belut laut. Jika tidak berhati-hati, alamat kulit robek karena digigit biota yang mirip ular ini. Apalagi jika belut-belut ini merasa terancam. Agar aman, petugas harus menggiring belut untuk berada di dasar akuarium dengan cara mengurangi air hingga tinggal seperempat akuarium. Baru kemudian petugas mulia membersihkan bagian atas. Khusus untuk bagian bawah, yang dipenuhi belut petugas terpaksa menggunakan sikat kecil dengan pegangan yang panjang. Biar sikatnya saja yang digigit.

Nah, yang paling menyeramkan adalah akuarium hiu. Dengan risiko yang besar untuk diserang, maka pengetahuan yang baik tentang perilaku hiu wajib dikuasai. Misalnya petugas harus tahu bahwa waktu untuk membersihkan akuarium hiu adalah pagi hari, sebelum diberi makan. Jika sudah ada makanan, hiu cenderung akan menjadi agresif dan mudah menyerang manusia.

Waktu lain yang “diharamkan” untuk membersihkan kolam adalah saat musim kawin. “Kalau musim kawin, kita susah masuk ke akuarium karena mereka sangat agresif, bahkan pagi-pagi sekali sudah berenang dengan sangat aktif,” Mahdi menceritakan.

Meski hiu-hiu yang dipelihara, yaitu hiu buto (2 ekor), hiu sirip putih (1), hiu sirip hitam (14) dan hiu kembang (2) bukan berada pada jajaran hiu terganas, “Mereka tetap saja hiu,” Mahdi berseloroh. Apalagi salah satu temannya pernah di gigit oleh salah satu hiu yang sedang diobati di kolam penampungan. “Untungnya perawatan tersebut dilakukan di kolam yang berukuran kecil sehingga teman saya bisa cepat kabur,” Mahdi bercerita. Meski berhasil kabur, tetap saja sang hiu “berhasil” merusak tangan rekan Mahdi tersebut.

Profesi yang dilakukan Mahdi ini memang dapat membahayakan dan terlihat sangat membosankan, karena dapat menghabiskan waktu hingga lebih dari satu jam. Namun, Mahdi justru merasa pekerjaannya ini menyenangkan. “Kalau di dalam air, waktu satu jam tidak terasa, karena kita seperti bermain, bahkan kadang sambil nyanyi-nyanyi. Enaklah pokoknya,” ujar pria yang terkadang suka menyelam bersama rekan-rekannya di Kepulauan Seribu ini.