Penulis
Intisari-Online.com - Sejak akhir Perang Dunia II, orang-orang Jepang distereotipkan di seluruh dunia sebagai “gila kerja”. Mereka mencurahkan seluruh perhatian pada pekerjaan dan perusahaan. Etos kerja masyarakat yang tinggi ini memacu kebangkitan ekonomi Negeri Sakura tersebut. Betapa tidak, Jepang yang luluh lantak karena kalah perang di akhir tahun 1940-an, menjelma bangkit menjadi negara maju. Pembangunan ekonomi yang melesat pada gilirannya memacu Jepang menjadi negara yang amat diperhitungkan dalam percaturan dunia internasional.
Salah satu etos kerja Jepang yang banyak disoroti bangsa lain adalah disiplin. Mereka sangat menjunjung tinggi nilai-nilai kedisiplinan. Hal ini tampak dari bagaimana cara mereka untuk selalu tepat waktu dalam bekerja.
Namun, bagaimanakah orang Indonesia menilai etos kerja orang Jepang tersebut?
Agung Adiprasetyo, CEO Kompas Gramedia, mengatakan, tampaknya disiplin gaya Jepang dianggap terlalu kaku bagi sebagain besar masyarakat Indonesia. Hal ini disampaikan dia dalam acara “1st Indonesia-Jepang Bisnis Forum: Daily Life Revolution”, Rabu pekan silam, di Jakarta. Kondisi alam dan latar belakang budaya menentukan perbedaan etos kerja kedua bangsa Asia ini. Perhatian orang Indonesia terhadap keluarga membuat etos kerja orang Indonesia tak bisa disamakan dengan orang Jepang. Kekayaan alam Indonesia yang melimpah juga membuat orang Indonesia tak merasa tertantang untuk mengolahnya lebih lanjut, dan memberi nilai tambah atasnya. Penilaian ini tak lepas dari hasil pengamatan dan pengalaman Agung selama puluhan tahun berkiprah di industri media. “Karena cara menilai dan menghadapi hidup berbeda, orang Indonesia mempunyai definisi sendiri soal disiplin,” ungkap Agung.
Meski demikian, dari sisi Jepang, Indonesia tetaplah potensi pasar yang menjanjikan. Pertumbuhan kelas menengah Indonesia yang terus meningkat memberi peluang baru bagi investor Jepang untuk melebarkan sayap bisnisnya. Saat ini, Bank Dunia mencatat penduduk Indonesia mencapai 242,32 juta jiwa, dengan 56,5 persen (136) juta jiwa di antaranya adalah kelas menengah.