Find Us On Social Media :

Membuat Karya Nyata dengan Saweran (1)

By Rusman Nurjaman, Senin, 19 November 2012 | 15:00 WIB

Membuat Karya Nyata dengan Saweran (1)

Intisari-Online.com - Dalam lawatannya ke Jawa Tengah, Sari Wulandari menyinggahi sebuah desa di lereng Gunung Ungaran. Di sana, dia bertemu dengan ibu-ibu pengrajin keset. Namun, sebagai orang yang mengerti desain, ia malah gregetan. Pasalnya, desain dan komposisi keset bikinan mereka terbilang kacau. Ia merasa bingung, tidak tahu apa yang harus diperbuat. Padahal, simpatinya kepada ibu-ibu pengrajin itu sudah kadung tumbuh. Untung, dia bertemu dengan teman lamanya, Rico. Sejak awal 2012, Rico getol mempromosikan situs penggalangan dana online yang didirikan bersama beberapa temannya. Namanya patungan.net.Setelah mendengar cerita Rico, semangat Sari bangkit kembali. Pengajar desain di Universitas Bina Nusantara, Jakarta, ini kemudian melakukan beberapa langkah taktis. Diajaklah beberapa mahasiswa untuk membuat berbagai pola dan motif yang bagus. Lalu, desain itu dia kirim ke Ungaran untuk dibuatkan keset. Kualitas keset, dengan material dari limbah pabrik garmen, itu pun menjadi lebih bagus. Suntikan dana segar juga diperlukan sebagai tambahan modal. Maka, dipajanglah desain keset itu sesudah diperbaharui itu di patungan.net. Hasilnya, terkumpul dana sejumlah Rp 5 juta. Sebagai kompensasinya, setiap pihak yang menyumbang dana mendapatkan produk keset tersebut.Upaya ini membawa manfaat berlipat. Selain meningkatan nilai tambah produk, semangat para ibu pengrajin pun ikut terpacu. Para mahasiswa juga mendapat kesempatan menerapkan ilmu yang mereka miliki di masyarakat dan mendapat peluang berwirausaha. Penjualan keset pun mengalami peningkatan lantaran turut dipasarkan via jaringan internet.Ada juga Mira Lesmana, produser film ternama, yang sedang linglung. Soalnya, film Atambua 39 Derajat Celcius yang sedang digarapnya terancam gagal. Untuk menyelesaikan film itu, ia kekurangan dana sekitar Rp300 juta. Filmnya sendiri tergolong unik. Bercerita soal pergulatan hidup manusia di Atambua, wilayah perbatasan antara Nusa Tenggara Timur dan Timor Leste. Film ini juga sepenuhnya menggunakan aktor lokal dan bahasa asli orang Timor, Tetun dan Porto. Sesuatu yang justru membuat film ini tidak gampang menarik investor bisnis. Namun, Mira merasa perlu memotret sepenggal kehidupan di Timur Indonesia yang kerap terlupakan itu.Datanglah Mandy Marahimin, temannya sesama orang film. Mandy, yang baru meluncurkan wujudkan.com, lalu bercerita soal proyek barunya itu. Lantaran merasa cocok, mereka akhirnya bekerja sama. “Jadi, proyeknya Mbak Mira itu dimasukkan ke wujudkan.com,” kisah Mandy. 

Situs penggalangan dana online yang didirikan Mandy dan kawan-kawannya ini berhasil mengumpulkan dana Rp312 juta. Sebuah nominal yang melebihi jumlah dana yang ditargetkan semula, Rp 300 juta. Hebatnya, jumlah dana itu terkumpul tak lebih dari tiga bulan. Kini, film yang shooting-nya di Atambua itu pun sudah siap dirilis.

Semangat gotong-royong

Dari dua kasus tadi, kita menjadi mafhum. Ide kreatif apa pun tidak mustahil untuk diwujudkan. Dua situs tadi menawarkan mekanisme baru untuk mewujudkan ide-ide kreatif menjadi karya konkret. Caranya, lewat penggalangan dana online. Istilah kerennya crowdfunding. Di situ, setiap proposal proyek yang masuk, pendanaannya dibiayai publik. Tidak ubahnya mekanisme patungan dalam pengertian yang sebenarnya.

Kemunculan dua website tersebut menandai model pengggalangan dana online yang sedang tumbuh. Di Indonesia memang baru muncul di awal tahun 2012 ini. Para pendirinya terinspirasi dari situs-situs crowdfunding luar negeri. Terutama dari Amerika Serikat dan Eropa. Di seluruh dunia jumlahnya kini telah mencapai 400-an. Bahkan beberapa di antaranya telah menjadi tren dunia. Coba saja Anda tengok situs seperti kickstarter.com, kiva.org, atau indiegogo.com.

“Saya pikir, model crowdfunding ini kayaknya menjawab banyak hal,” tutur Rico. Si pemilik ide tidak hanya berwacana. Ia harus mempresentasikan idenya itu sekonkret mungkin, sehingga bisa menarik minat orang untuk menyokong dana. Sebaliknya, seniman atau siapa pun yang mempunyai ide tanpa bisa menjual, akan menjadi percuma.

Rico melihat ide crowdfunding sangat tepat diterapkan di Indonesia. Model ini sejalan dengan semangat gotong royong. Maka, di tahun 2010 ia mulai membuat programing dan menyiapkan tetek-bengek lainnya. Tahun 2012, patungan.net mulai jalan.