Find Us On Social Media :

Benarkah Virtual Office Rawan Penipuan?

By Rusman Nurjaman, Sabtu, 27 Juli 2013 | 17:00 WIB

Benarkah Virtual Office Rawan Penipuan?

Intisari-Online.com - Meski sedang tumbuh pesat, bisnis jasa kantor maya bukan tanpa kendala. Office Plus dan Ketano, dua perusahaan penyedia jasa penyewaan kantor maya, mengaku menghadapi tantangan yang sama: kantor virtual dimanfaatkan untuk tujuan-tujuan negatif. Sebagai contoh, kadang ada perusahaan abal-abal menggunakan virtual office demi pengajuan kartu kredit atau memenangkan tender.

Namun, situasi ini bukan tanpa solusi. Lince Atmadja, Manajer Pemasaran Ketano, menuturkan, untuk meminimalisir upaya kejahatan, pihaknya sudah melakukan berbagai upaya. Antara lain dengan memperketat persyaratan administratif dan melakukan verifikasi, meski yang terakhir ini dilakukannya secara acak saja. Kepada petugas bank yang melakukan verifikasi, mereka juga akan menjelaskan bahwa kliennya hanya penyewa kantor virtual.

Office Plus bahkan memberlakukan peraturan lebih ketat. Sejak awal mereka membuat perjanjian dengan calon klien agar tidak menggunakan fasilitas kantor maya untuk mengakses permodalan, aplikasi kartu kredit, dan tender. Kendati begitu, mereka masih saja kecolongan. Setiap tahun selalu saja ada perusahaan kliennya yang mencoba nakal. “Kemarin saja saya baru pulang dari kantor polisi,” ujar Eddy Yansen, Direktur Office Plus, berterus terang. Untungnya, selama ini selalu bisa diselesaikan dengan baik berkat kerjasama dengan pihak kepolisian dan korban.

Tantangan lain muncul dari masyarakat yang terkesan belum bisa “menerima” kehadiran kantor maya. “Oh dia cuma sewa alamat kantor, bagaimana mau menjalankan bisnis?!” ujar Lince menirukan komentar orang.

Citra negatif itulah yang coba ditepis Eddy dan Lince. Kantor virtual bukan penipuan karena penyewanya memang melakukan aktivitas dan menyewa kantor. Bukan kosong. “Namun akan jadi penipuan kalau mereka mengaku kantor ini milik mereka. Ini beda kasus antara menyewa dan mengaku memiliki kantor sendiri. Beda sekali,” papar Eddy.

Tulus Abadi, anggota pengurus harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), juga menegaskan pendapat yang sama. Dari sisi konsumen, penggunaan virtual office tidak masalah asalkan alamatnya bisa diakses oleh masyarakat. Misalnya, dapat dihubungi via telepon. Tetapi Tulus tak menyangkal jika model ini berisiko besar karena berpotensi terjadi penipuan. “Publik sulit mengetahui apakah perusahaan itu berbadan hukum atau alamatnya benar atau tidak,” kata Tulus.

Di masa depan, seiring tumbuhnya semangat kewirausahaan, penggunaan kantor maya diperkirakan terus meningkat. Karena itu, Tulus berharap pemerintah mengeluarkan regulasi yang lebih ketat. “Jangankan virtual; perusahaan yang mempunyai kantor beneran saja banyak yang terlibat penipuan,” timpal dia.