Keuangan Keluarga (4): Yuk! Menabung Demi Cita-cita

Birgitta Ajeng

Penulis

Keuangan Keluarga (4): Yuk! Menabung Demi Cita-cita

intisari-Online.com -Sayangnya sistem amplop kerap membuat bingung karena terjadi salah ambil. Untuk keperluan baju ambil pos dapur. Adapula yang pusing karena amplopnya banyak sekali.Ari Setiawan, kepala Bidang Pendidikan dan Hubungan Internasional Induk Koperasi Kredit dan CUCO (Credit Union Counselling Office) untuk wilayah Indonesia, mengakui, kadang satu teknik cocok untuk seseorang, tapi tidak selalu berhasil diterapkan untuk orang lain. Karena itu, ada cara kedua, yakni kita melibatkan pihak ketiga. Dalam hal ini koperasi atau bank.Sebelumnya, masing-masing keluarga membuat anggaran 1 - 5 tahun ke depan. Semisal, kita berencana memiliki rumah dalam jangka waktu dua tahun, mobil empat tahun, dan anak satu tahun (berarti harus menabung dari sekarang karena berkaitan dengan pendidikan anak). Berdasarkan rencana itu, kita mesti memperkirakan jumlah uang yang dibutuhkan untuk tiap rencana itu.Kita tentukan sendiri berapa rupiah yang harus disisihkan setiap bulannya agar rencana itu tercapai. Uang-uang itu disimpan di bank atau koperasi dengan satu rekening untuk satu rencana."Contohnya saya sendiri. Saya manfaatkan semua fasilitas tabungan atau simpanan yang mungkin dapat saya pakai di koperasi ini untuk pengganti sistem amplop," imbuhnya.Sebelumnya, ia dan istrinya sudah sepakat kapan memiliki rumah, mobil, dan kapan anak sekolah. Targetnya dua tahun setelah menikah mereka sudah mempunyai rumah, kendaran empat tahun, dan tiga tahun melanjutkan studi.Untuk mewujudkan cita-cita ini, Ari membagi-bagi uangnya di Sihara (Simpanan Harian, sebanding dengan Tahapan di salah satu bank swasta), Simpandip (Simpanan Pendidikan), Simapan (Simpanan Masa Depan), Sisuka (Simpanan Suka Rela Berjangka, kalau di bank dikenal deposito - Red). Mengenai mana yang lebih cocok, tergantung pada yang menjalankan."Kalau bisa disiplin, kita bisa pakai amplop. Tapi uang tabungan tidak berkembang. Kalau di bank atau koperasi, selain aman, uang berkembang, kemungkinan berkurang juga kecil. Umumnya, sistem amplop masih membuat tangan 'gatal'. Begitu tahu uang masih berada di rumah, keinginan untuk menggunakannya juga besar. Tapi kalau disimpan di luar rumah, baru terpikir ke bank saja sudah malas, harus keluar ongkos dan antre pula. Sistem amplop sebetulnya untuk latihan membiasakan mengatur keuangan," jelas Ari.Di negara-negara maju, ungkap Ari, "Keluarga punya rumusan begini, pendapatan dikurangi tabungan sama dengan konsumsi. Artinya, yang dikonsumsi merupakan sisa setelah disisihkan untuk tabungan. Ini yang tidak terjadi di masyarakat kita. Memotong di awal belum menjadi budaya.""Yang terjadi di Indonesiaadalah pendapatan dikurangi konsumsi sama dengan tabungan. Hasilnya, tak ada tabungan. Di Inkopdit, kami menganjurkan yang dilakukan negara lain. Tabungan itu harus ditarget. Artinya, seluruh cita-cita membeli mobil, rumah, hingga hari tua disiapkan lewat menabung. Tentunya, disesuaikan kemampuan masing-masing keluarga," imbuhnya.(Bersambung)--Tulisan ini ditulis oleh Nis Antari di Majalah Intisari Edisi Family Financial Planning tahun 2005 dengan judul asli "Kendalikan Keuangan dengan Anggaran."