Find Us On Social Media :

Keuangan Keluarga (5): Menabung Bukan Masalah Jumlah, Tapi Kebiasaan

By Birgitta Ajeng, Jumat, 13 Desember 2013 | 08:00 WIB

Keuangan Keluarga (5): Menabung Bukan Masalah Jumlah, Tapi Kebiasaan

Intisari-online.com - Dari pengalaman mengelola koperasi, budaya menabung jauh lebih mudah diajarkan di Sekolah Dasar."Menabung bukan dilihat dari segi jumlah tapi dari kebiasaan. Akhirnya, soal berapa jumlah yang didapat kelak, itu soal kualitas tabungan. Saya melihat setelah setahun, para anggota memiliki kebiasaan menabung yang sudah mengakar. Kalau sudah memilikinya, jadi sulit untuk membuang kebiasaan itu. Akhirnya, kualitas tabungan yang berbicara,"  tegas Ari Setiawan, kepala Bidang Pendidikan dan Hubungan Internasional Induk Koperasi Kredit dan CUCO (Credit Union Counselling Office) untuk wilayah Indonesia.Masih menurut Ari, di negara maju orang selalu menganggarkan 15% dari pendapatannya untuk ditabung. Pada saat memberi pelatihan, Ari kerap bertanya kepada anggota koperasi, mereka mau memilih menjadi bagian negara maju atau sebaliknya. Akhirnya, setiap anggota sepakat menganggarkan 20%. Tetapi ada anggota yang mengaku mampu menyisihkan 30%.Saya bilang, "Berarti Anda bisa menabung 40% dari penghasilan. Orang itu akhirnya memotivasi sendiri untuk dapat meningkatkan tabungannya." Ari sendiri di awal penikahannya menganggarkan 15% dari penghasilan keluarga (suami dan istri) untuk ditabung lewat sistem amplop. Dalam dua bulan target itu tercapai. Lalu ia beralih memanfaatkan fasilitas-falitas tabungan di Inkopdit.Seratus persen gajinya dan 50% gaji istri masuk ke tabungan Sihara atas nama masing-masing. Fasilitas ATM pun mereka ambil. Sisanya dipegang istri untuk kebutuhan sehari-hari."Kami sepakat, setelah minggu ketiga, baru boleh mengambil dari Sihara. Untuk pengeluaran, istri saya punya catatan dari tanggal 1 sampai dengan 30. Hasilnya, ternyata kami bisa menabung 40 - 80% dari total gaji kami," akunya bangga.Persentase jumlah tabungan tidak perlu sama setiap bulannya. Ada bulan-bulan tertentu yang lebih besar dari bulan-bulan lain. Semisal, untuk orang yang punya anak sudah sekolah, di bulan Juni terjadi ekstra pengeluaran. Begitu juga yang muslim, pengeluaran Lebaran pasti lebih besar dibandingkan dengan bulan lainnya."Tiap akhir bulan dicocokkan dengan anggaran (bulanan) yang sudah kami buat sebelumnya. Kalau menemukan ada yang melebihi anggaran di suatu pos, kami tinggal mengevaluasi. Asal masuk akal, hal itu tak jadi masalah. Misalnya, di bulan Juli ada keponakan datang, Desember ada Natal, dan sebagainya."Jadi jelas, menyusun anggaran kelurga jauh lebih banyak memberi manfaat daripada tidak menyusunnya sama sekali. Tinggal pilih, langkah apa yang paling cocok untuk kondisi keluarga Anda saat ini.(Selesai)--Tulisan ini ditulis oleh Nis Antari di  Majalah Intisari Edisi Family Financial Planning tahun 2005 dengan judul asli "Kendalikan Keuangan dengan Anggaran."