Penulis
Intisari-Online.com. -Sudah dua tahun terakhir perusahaan tambang raksasa asal Amerika, PT Freeport Indonesia, belum juga melunasi kewajibannya membayar dividen kepada negara. Hal tersebut dipastikan akan memotong pendapatan negara yang bersumber dari setoran dividen BUMN hingga Rp2,5 triliun.Diungkapkan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Hatta Rajasa, ia masih mencari tahu mengapa dividen Freeport Indonesia tak kunjung dibayarkan. Menurutnya, dividen adalah hak negara yang harus dipenuhi oleh perusahaan. "Dividen harus ada, karena itu adalah hak negara untuk dividen," tuturnya.Menurut Wakil Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro, seharusnya Kementerian BUMN berhak menagih Freeport. "Tidak memaksa. Sudah ada kontrak perjanjiannya jadi masih bisa dinegosiasikan," tegasnya.Sebelum ini, PT Freeport Indonesia bisa menyetor dividen ke kas negara sebesar Rp1,5 triliun per tahun. Tanpa setoran dari perusahaan tambang di Papua ini, target Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN) tahun ini sebesar Rp40 triliun pun bisa jadi tak tercapai.Jadi, kontraknya diperpanjang tidak?Selain persoalan pembayaran dividen, perpanjangan kontrak PT Freeport Indonesia dari 2021 menjadi 2041 juga bermasalah. Tentu bukan rahasia lagi bahwa kehadiran si raksasa Freeport di tanah Papua mengusik banyak pihak yang beranggapan Freeport menjajah kekayaan alam Indonesia. Sehingga saat berita perpanjangan kontrak merebak, banyak hujatan yang muncul.Namun, Hatta Rajasa sendiri menilai Freeport Indonesia sudah menunjukkan perkembangan dengan menyepakati kenaikan royalti emas dari 1 persen menjadi 3,75 persen.Padahal perlu diketahui, hal ini sudah lama ada di Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2012 bahwa royalti tambang emas dipancang 3,75 persen. Selama ini Freeport baru memenuhi 1 persen saja, dan baru inilah Freeport memenuhi hak Indonesia dengan royalti emas 3,75 persen.Tapi minggu lalu, pemerintah membantah adanya perpanjangan kontrak. Wakil Menteri ESDM Susilo Siswoutomo mengatakan, PT Freeport Indonesia belum bisa mendapat perpanjangan kontrak. Baru bisa nanti, pada 2019. "Sesuai PP, kelanjutan operasi tambang baru bisa diajukan dua tahun sebelum akhir kontrak. Dengan demikian, kalau kontrak Freeport habis 2021, maka paling cepat diajukan 2019," ujar Susilo.Untuk bisa menerukan kontrak operasi tambangnya di Indonesia, Freeport harus menyanggupi syarat sesuai UU Nomor 4/2009, yaitu mengubah jenis kontrak usaha menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) dan menyetujui aturan-aturan terkait renegosiasi.Kepada masyarakat Indonesia, Susilo menegaskan, pemerintah akan waspada mengambil langkah sebelum menetapkan perpanjangan kontrak dengan Freeport tersebut. "Semua keputusan harus mempertimbangkan berbagai hal dan tetap mengutamakan kepentingan bangsa dan negara," tukasnya.Sebagai informasi historis, PT Freeport Indonesia, sudah membuka usaha di Indonesia sejak 1967 melalui penandatangan KK Generasi I pada 7 April 1967. Setelah itu, Freeport melanjutkan kontrak menjadi KK Generasi V, yang disahkan pada tanggal 30 Desember 1991 untuk jangka waktu 30 tahun hingga 2021. (Berbagai sumber)