Penulis
Intisari-Online.com - Berakar pada anggapan bahwa sesuatu yang alami jika seseorang tertarik pada hal-hal berbau seksual, maka muncul pertanyaan benarkah kita bisa benar-benar kecanduan pornografi?
Kenyataannya, “kecanduan porno tidak selangka yang kita pikirkan,” ujar kontribusi editor psikologi situs Health, Dr. Gail Saltz
Tidak seperti kecanduan seks, yang membutuhkan pasangan, porno mudah diakses hanya dengan koneksi Wi-Fi.
Dr Saltz menunjukkan bahwa kecenduan pornografi adalah perilaku (atau psikologis) kecanduan, yang tidak sama dengan kecanduan fisiologis terhadap obat-obatan atau alkohol.(Baca juga: Inilah Efek Buruk Pornografi ‘Online’)
"Dengan perilaku kecanduan, Anda tidak akan memiliki gejala penarikan fisik, yang merupakan ciri khas dari kecanduan fisiologis," jelasnya. "Tapi ada bukti yang menunjukkan bahwa [perilaku kecanduan] sama-sama melibatkan sistem dopamin reward di otak, dan ketika Anda mencoba untuk berhenti, itu akan dipersulit oleh zat kimia di otak Anda tersebut."
Tidak semua ahli sepakat bahwa kecanduan pornografi dapat diklasifikasikan sebagai kecanduan dalam arti sebenarnya dari kata tersebut, namun. "Saya berhati-hati dengan menggunakan kata-kata seperti 'kecanduan' dan 'penyakit' dalam hal perilaku out-of-control," kata psikoterapis dan konselor seksualitas Ian Kerner, PhD.
Tapi Kerner dan Saltz berdua sepakat bahwa kebiasaan pornografi obsesif bisa menjadi tanda dari masalah kesehatan mental lainnya. Kerner menunjukkan bahwa seorang yang dinilai sebagai pecandu pornografi mengatakan ia menderita kecemasan ketika kecanduannya mulai.
(Baca juga: Pria yang Gemar Konsumsi Pornografi Cenderung Lebih Feminis?)"Aku akan mengobati gangguan kecemasan dan penggunaan produk pornografinya untuk mengatur kecemasan itu," jelas Kerner.
Sebuah keasyikan dengan pornografi juga bisa menunjukkan bahwa Anda cenderung untuk jenis lain dari kecanduan, tambah Saltz.
"Seseorang yang mengembangkan kecanduan pornografi mungkin memiliki hal-hal lain yang membuat mereka sangat terobsesi," katanya. "Ketika seseorang yang memiliki kepribadian obsesif dalam suasana hati yang negatif, mereka dapat mencari stimulasi untuk merasa lebih baik."
(foxnews.com)