Find Us On Social Media :

Mengenang G30S: Nenek-nenek yang Bertahan di Panti Jompo

By Moh Habib Asyhad, Selasa, 30 September 2014 | 18:15 WIB

Mengenang G30S: Nenek-nenek yang Bertahan di Panti Jompo

Intisari-Online.comMeski dulu sempat mengalami masa-masa sulit, perempuan-perempuan itu kini mencoba untuk merangkai bahagia dengan cara mereka sendiri. Di sebuah panti jompo sederhana, perempuan-perempuan tua ini menjalani hari-harinya dengan tawa dan keceriaan. Intisari edisi September 2014 mengajak kita mengenang G30S dari cerita nenek-nenek yang bertahan di panti jompo.

--- 

Panti Jompo Waluyo Sejati Abadi yang terletak di Jalan Kramat V, Jakara Pusat, itu, tampak lengang. Sepi dan tenang. Sesekali ada gemericik air yang bukan dari pancuran, tapi dari aliran air yang ada di selokan persis di depannya.

Bangunan yang didominasi warna putih itu menempati sebuah rumah kecil berlantai dua. Tidak lebar, ukurannya hanya 10x10 m2. Sebagai penanda, papan nama, yang juga berwarna putih dengan tulisan yang sudah mulai mengelupas dan nomor telepon yang sudah tidak aktif persis berada di depan. Papan itu akan semakin tersembunyi jika pohon mangga yang ada di sampingnya mulai rimbun dan berbuah.

Halaman panti juga tidak luas, sekitar 2x2 m2, sangat tidak cukup untuk bermain gobak sodor. Ada dua kursi plastik di teras yang bersebelahan dengan prasasti peresmian panti jompo, yang sewaktu-waktu digunakan untuk membaca koran ketika sore datang.

Awalnya ada 15 orang yang menghuni panti jompo yang didominasi warna putih itu. Semuanya adalah eks tahanan politik buntut gonjang-ganjing yang terjadi di pertengahan 1965. Panti jompo yang diresmikan pada 8 Februari 2004 itu kini hanya dihuni oleh 10 orang, lima kakek, lima nenek.

Meski sekarang sudah keriput dan tidak lincah lagi, paling tidak di masanya, para penghuni panti jompo itu adalah orang-orang penting di instansi atau organisasi yang pernah mereka ikuti. Lestari salah satunya. Nenek 83 tahun itu adalah mantan ketua Gerwani Jawa Timur sejak tahun 1961. Buntut dari geger 1965, Lestari, dan nenek-nenek yang sekarang bertahan di panti jompo itu, harus mendekam di penjara Malang selama sebelas tahun. (Intisari, 2014)