Find Us On Social Media :

Mencermati Penyebab Kecelakaan Pesawat Terbang (2)

By K. Tatik Wardayati, Rabu, 7 Januari 2015 | 19:30 WIB

Mencermati Penyebab Kecelakaan Pesawat Terbang (2)

Intisari-Online.com – Berikut ini tulisan dr. Suryanto, seorang dokter penerbangan, yang tulisannya pernah dimuat di Intisari edisi November 1997 dengan judul asli Mencermati Penyebab Rontoknya Burung Besi, yang berkisah bagaimana mencermati penyebab kecelakaan pesawat terbang dan tentang peranan manusia dalam musibah penerbangan.  

--

Dari kisah sebelumnya, ada serangkaian mata rantai kesalahan akibat faktor manusia. Pesawat terbang yang mesinnya mati ternyata sudah beberapa kali dikeluhkan oleh penerbangnya. Teknisinya pun mengeluh tentang keterlambatan penggantian suku cadang. Keadaan ini membuat suasana terbang bagi sang pilot terasa mencekam. Dari istri sang pilot didapat keterangan suaminya sering melamun sebelumnya bercerita tentang kondisi pesawatnya yang sering kurang prima.

Budaya berpengaruh

Pasangan kapten-kopilot tersebut juga terlihat kurang serasi. Ada jurang pengalaman antara pilot (merangkap instruktur dan chief-pilot) yang memiliki jam terbang lebih dari 5.000 jam dan kopilot yang masih hijau. Dengan begitu kopilot amat rawan dalam membuat kesalahan. Di sisi lain, pilot tersebut berkepribadian humanistik atau terlalu baik, karena tidak tega terlalu mengoreksi kesalahan kopilotnya. Inilah yang disebut trans-cockpit authority gradient yang terlalu curam, too steep, alias bukan suatu pasangan pilot-kopilot yang ideal.

Menerbangkan pesawat yang diawali rasa murung, khawatir, dan takut akan kondisi kemulusan pesawatnya pada diri seorang pilot juga merupakan suatu kendala sendiri. Rasa percaya diri yang kurang akan mendorong terjadinya situasi yang menjurus ke perbuatan errors. Walau pesawat telah dilengkapi dengan sistem peringatan dini maupun alat pengingat berbunyi (warning horn), ternyata kesalahan masih saja tidak disadari dengan cepat. Jika kesalahan tersebut sudah terlambat dia sadari, maka akibat fatal yang akan terjadi.

Kecelakaan besar lainnya adalah tabrakan antara dua pesawat jumbo jet yang mengakibatkan korban tewas lebih dari 500 orang di landasan Bandara Tananarive di Kepulauan Atlantik tropis. Kesalahan itu adalah jelas faktor manusia, sebab salah satu kapten yang akan lepas landas tak mengindahkan perintah untuk menunggu dari menara pengawas. Akibatnya, pesawatnya yang siap-siap menggelinding di landasan untuk lepas landas bertabrakan dengan pesawat jumbo lainnya yang sedang mendarat.

Masalah budaya kedua pilot yang sedang mengoperasikan pesawat dari kokpit pernah mengakibatkan korban sejumlah 123 jiwa meninggal. Air Florida yang terjun di Sungai Potomac di tengah Kota Washington pada 1986 disebabkan oleh fakta bahwa peringatan kopilot (berkebangsaan Jepang) tentang terjadinya gumpalan es di sayap pesawatnya tidak digubris oleh si kapten (berkebangsaan Amerika) yang sedang menerbangkannya. Karena kesopanan Timur, kopilot tiak berani memperingatkan kaptennya sekali lagi. Padahal prosedur itu ada.

Dalam peristiwa itu kedua pilot dan seluruh penumpangnya tewas ketika pesawat tak dapat naik sewaktu lepas landas dengan pinggiran sayap penuh lapisan dan gumpalan es.