Find Us On Social Media :

Mencermati Penyebab Kecelakaan Pesawat Terbang (3)

By K. Tatik Wardayati, Rabu, 7 Januari 2015 | 19:45 WIB

Mencermati Penyebab Kecelakaan Pesawat Terbang (3)

Intisari-Online.com – Berikut ini tulisan dr. Suryanto, seorang dokter penerbangan, yang tulisannya pernah dimuat di Intisari edisi November 1997 dengan judul asli Mencermati Penyebab Rontoknya Burung Besi, yang berkisah bagaimana mencermati penyebab kecelakaan pesawat terbang dan tentang peranan manusia dalam musibah penerbangan.  

--

Dalam perjalanannya, dunia penerbangan tak sesederhana ketika Wright mengudara. Banyak faktor yang harus diperhatikan. Alat terbang itu harus selalu dapat bertahan melawan gaya tarik (gravitasi) bumi. Cuaca, angin, dan medan yang diarungi harus tidak menjadi pengalang serius.

Pilot bukan satu-satunya

Yang terakhir, namun justru terpenting, adalah manusia yang menerbangkan pesawat itu. Ia harus cekatan, tepat, dan cermat.

Dengan kata lain, technical skill dan airmanship harus dimiliki secara sempurna.

Angka kecelakaan penerbangan karena kesalahan manusia memang tinggi dan cenderung menetap meski upaya telah banyak dilakukan. Dulu penyebab faktor ini sering disebut pilot error, karena pilotlah yang bertanggung jawab atas keselamatan dalam mengoperasikan pesawatnya. Disadari istilah ini ternyata tidak tepat. Bukankah penerbangan pesawat melibatkan banyak pihak?

Pada tahun 1973, Edward meletakkan dasar konsep faktor-faktor manusia (human factor). Menurut dia, penerbangan adalah acuan dari faktor keberhasilan mesin (hardware/pesawat terbang), sarana petunjung pengoperasian (software), dan lingkungan penerbangan (environment). Konsep ini disempurnakan oleh Frans Hawkin, seorang kapten pilot dan juga psikolog. Ia memperkenalkan istilah SHELL: S (software), H (hardware), E (environment), L (liveware), L (liveware).

Keempat huruf yang mewakili istilah tersebut menyatu secara terpadu, di mana L pertama (pilot) menjadi intinya. Dikatakan inti karena pilot adalah manusia yang dapat dibentuk, dibina, disempurnakan sehingga dapat mendukung terjadinya keselamatan penerbangan. L kedua adalah awak kabin/pramugari, penumpang, perancang pesawat, dll.

Dalam industri pesawat terbang dan transportasi udara konsep SHELL selalu diperhitungkan. Faktor manusia sekarang bukanlah semata-mata pilot belaka. Perancang pesawat terbang, pembuat tatalaksana operasional penerbangan, pengelola operasi penerbangan, maupun penyedia katering adalah manusia-manusia yang ikut berperan dan bertanggung jawab atas keberhasilan penerbangan yang aman dan nyaman. Keselamatan penerbangan mulai dilihat lebih luas dan nyata wawasannya.

Selain itu fisik dan mental prima harus dimiliki penerbang. Kesehatan ini dicek setiap enam bulan. Bila dalam pemeriksaan berkala terlihat adanya penurunan atau gangguan, penerbang yang bersangkutan dapat terkena larangan terbang (grounded). Juga perlu dicek profisiensi keterampilannya. Pengecekan berkala enam bulan sekali dilakukan melalui simulator ataupun actual flight. Oleh sebab itu tak keliru kalau umur penerbang dikatakan hanya enam bulan.

Konsep SHELL selalu harus terpadu. Interaksi setiap komponen manusia-mesin-lingkungan-software tak dapat ditawar lagi. Walau industri transportasi udara dikatakan sebagai sarana pengangkutan teraman bila dibandingkan dengan sarana lainnya (transportasi darat dan laut), faktor manusia masih cukup menonjol atau sentral untuk digarap, sehingga kecelakaan penerbangan akan dapat ditekan lagi.

Mewujudkan zerro accident dalam dunia penerbangan masih ilusi. Namun setidaknya, kita jangan terlalu sering dikejutkan dengan berita-berita kecelakaan penerbangan seperti akhir-akhir ini.