Penulis
Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini
---
Intisari-online.com -Di antara dinginnya angin Eropa dan riuhnya kota pelajar Leiden, sekelompok pemuda Indonesia merajut asa di tahun 1925.
Jauh dari tanah air, semangat mereka membara, laksana api yang tak padam diterpa badai.
Di tengah hiruk-pikuk dunia akademis, mereka menggenggam erat satu visi: Indonesia merdeka.
Dokumen ini lahir dari rahim Perhimpunan Indonesia (PI), sebuah organisasi yang bermula dari perkumpulan mahasiswa Indonesia di Belanda, Indische Vereeniging, yang didirikan pada tahun 1908.
Perhimpunan Indonesia bukanlah sekadar wadah diskusi atau ajang silaturahmi.
Ia adalah kawah candradimuka bagi para pemuda Indonesia di negeri asing.
Di sana, mereka ditempa menjadi pemimpin-pemimpin visioner, intelektual-intelektual cemerlang, dan pejuang-pejuang gigih yang siap mengabdi untuk tanah air tercinta.
Nama-nama besar seperti Mohammad Hatta, Sutan Sjahrir, Ali Sastroamidjojo, Iwa Kusumasumantri, dan Nazir Datuk Pamuntjak adalah sedikit dari sekian banyak tokoh yang pernah menghirup udara perjuangan di Perhimpunan Indonesia.
Manifesto Politik 1925 menjadi bukti nyata dari semangat juang mereka.
Di dalamnya termaktub tiga asas utama yang menjadi landasan perjuangan pergerakan nasional: self-help (berdikari), non-kooperasi (tidak bekerja sama), dan persatuan nasional.
Ketiga asas ini bagai tiga pilar kokoh yang menopang bangunan cita-cita Indonesia merdeka.
Asas self-help menyerukan bangsa Indonesia untuk mengandalkan kekuatan sendiri dalam mencapai kemerdekaan.
Tak lagi berpangku tangan pada belas kasihan penjajah, melainkan bangkit dan berjuang dengan segenap daya upaya.
Asas non-kooperasi mengajak rakyat Indonesia untuk menolak segala bentuk kerja sama dengan pemerintah kolonial.
Ini adalah bentuk perlawanan yang tegas, menunjukkan bahwa bangsa Indonesia tidak sudi tunduk dan patuh pada penjajah.
Sementara itu, asas persatuan nasional menekankan pentingnya persatuan dan kesatuan di antara seluruh elemen bangsa.
Perbedaan suku, agama, ras, dan golongan harus dikesampingkan demi mencapai tujuan bersama, kemerdekaan Indonesia.
Manifesto Politik 1925 lahir dari pergumulan panjang para pemuda Indonesia di negeri rantau.
Mereka menyaksikan sendiri betapa bangsa-bangsa Eropa berjaya karena semangat nasionalisme dan persatuan yang kuat.
Mereka pun menyadari bahwa Indonesia tidak akan pernah merdeka tanpa persatuan dan perjuangan yang gigih.
Mr. Sartono Kartodirdjo, sejarawan terkemuka Indonesia, bahkan menyebut Manifesto Politik 1925 sebagai tonggak sejarah yang lebih mendasar daripada Sumpah Pemuda.
Menurutnya, Manifesto Politik telah meletakkan dasar-dasar pemikiran dan strategi perjuangan yang kemudian diimplementasikan dalam Sumpah Pemuda dan pergerakan nasional selanjutnya.
Pengaruh Manifesto Politik 1925 terhadap pergerakan nasional Indonesia sungguh luar biasa.
Dokumen ini menjadi sumber inspirasi dan pedoman bagi berbagai organisasi pergerakan nasional yang lahir kemudian.
Semangat persatuan, non-kooperasi, dan berdikari yang dikumandangkan dalam Manifesto Politik menggema di seluruh pelosok Nusantara, membakar semangat juang rakyat Indonesia dari Sabang sampai Merauke.
Kongres Pemuda II tahun 1928, yang melahirkan Sumpah Pemuda, adalah salah satu bukti nyata dari pengaruh Manifesto Politik 1925.
Para pemuda yang hadir dalam kongres tersebut, banyak di antaranya adalah anggota atau simpatisan Perhimpunan Indonesia.
Mereka telah terinspirasi oleh semangat persatuan dan perjuangan yang dikobarkan oleh Manifesto Politik.
Manifesto Politik 1925 juga berperan penting dalam menggeser orientasi pergerakan nasional.
Sebelum tahun 1925, pergerakan nasional masih didominasi oleh pendekatan kooperatif, yaitu bekerja sama dengan pemerintah kolonial untuk mencapai perbaikan nasib rakyat Indonesia.
Namun, setelah Manifesto Politik 1925 dikumandangkan, orientasi pergerakan nasional bergeser ke arah non-kooperatif.
Rakyat Indonesia semakin menyadari bahwa kemerdekaan tidak akan pernah diberikan oleh penjajah, melainkan harus direbut dengan perjuangan.
Perubahan orientasi ini membawa dampak yang signifikan terhadap dinamika pergerakan nasional.
Organisasi-organisasi pergerakan nasional semakin berani dan vokal dalam menyuarakan tuntutan kemerdekaan.
Aksi-aksi protes dan pembangkangan sipil semakin marak terjadi di berbagai daerah. Pemerintah kolonial pun semakin terdesak dan kesulitan dalam mengendalikan situasi.
Namun, perjalanan Perhimpunan Indonesia dan Manifesto Politik 1925 tidak selalu mulus.
Organisasi ini pernah mengalami perpecahan internal akibat perbedaan ideologi dan strategi perjuangan.
Beberapa tokohnya bahkan ditangkap dan diasingkan oleh pemerintah kolonial karena dianggap membahayakan keamanan negara.
Meskipun demikian, semangat juang yang dikobarkan oleh Manifesto Politik 1925 tidak pernah padam.
Api perjuangan yang dinyalakan oleh para pemuda Indonesia di negeri Belanda terus berkobar, menginspirasi generasi-generasi berikutnya untuk melanjutkan estafet perjuangan menuju Indonesia merdeka.
Kini, 78 tahun setelah Indonesia merdeka, Manifesto Politik 1925 tetap menjadi dokumen bersejarah yang relevan untuk direnungkan.
Ia mengingatkan kita akan pentingnya persatuan, berdikari, dan semangat juang dalam membangun bangsa dan negara.
Ia juga mengajarkan kita untuk tidak pernah menyerah dalam memperjuangkan cita-cita, sekalipun harus menghadapi rintangan dan tantangan yang berat.
Dalam setiap baitnya, Manifesto Politik 1925 mengandung pesan-pesan luhur yang abadi.
Ia adalah nyala api kemerdekaan yang tak pernah padam, menerangi jalan perjuangan bangsa Indonesia dari masa ke masa.
Ia adalah warisan berharga dari para pemuda Indonesia di negeri tulip, sebuah bukti nyata bahwa semangat juang dan cinta tanah air mampu menembus batas ruang dan waktu.
Semoga artikel ini memberikan gambaran yang komprehensif dan mendalam tentang organisasi pergerakan nasional di Indonesia yang mengeluarkan Manifesto Politik pada tahun 1925.
*
Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini
---