Penulis
Bank Indonesia Semarang, sebagai induknya, punya dua peran penting dalam menjaga roda ekonomi di Jawa Tengah. Apa saja?
---
Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini
---
Intisari-Online.com -Setidaknya ada dua peran besar Bank Indonesia Semarang—tentu saja cakupan operasinya bukan Kota Semarang saja tapi seluruh Jawa Tengah—sejauh ini. Pertama sebagai pengendalian inflasi dan pengembangan UMKM, kedua mengawal stabilitas sistem keuangan dan sistem pembayaran di Jawa Tengah.
Sebagai pengendali inflasi dan pengembangan UMKM
Pada 2005, Pemerintah dan Bank Indonesia membentuk Tim Pemantauan dan Pengendalian Inflasi di tingkat pusat (TPI), yang dilanjutkan dengan pembentukan Tim Pengendalian Inflasi di tingkat daerah (TPID) pada 2008.
Kegiatan TPI difokuskan pada upaya pengendalian inflasi dalam skala nasional, terutama dengan memfasilitasi koordinasi kebijakan yang mencakup kebijakan fiskal (subsidi, belanja infrastruktur, dan lain-lain), kebijakan moneter (antara lain manajemen likuiditas untuk mengatur sisi permintaan, kebijakan stabilisasi nilai tukar), dan kebijakan sektoral.
TPID sendiri fokus kepada memberikan rekomendasi dalam rangka menjaga kecukupan pasokan, mendukung kelancaran distribusi sekaligus meminimalkan gangguan-gangguan (supply shocks) yang dapat mengganggu pasokan dan distribusi.
Baca Juga: Perjalanan De Javasche Bank Semarang Menjadi Bank Indonesia Semarang
TPID juga diarahkan untuk meminimalkan dampak kebijakan administered prices (harga barang/jasa yang diatur pemerintah) dan kebijakan lain yang berpotensi memicu inflasi seperti kebijakan konversi energi.
Siapa saja anggota TPID? Pemerintah Daerah (Biro Perekonomian dan Dinas terkait), Badan Urusan Logistik, Biro Pusat Statistik dan Kantor Perwakilan Bank Indonesia di dalam negeri. Ada juga yang menggandeng kepolisian, Pertamina, dan pengelola pasar.
Pada tahun 2008, Bank Indonesia Semarang dan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah sepakat menggarap lima sektor untuk mendorong pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah lebih dari 5,7 persen.
Lima sektor itu adalah pemberdayaan sektor riil, pengembangan sektor-sektor unggulan, pemberdayaan program usaha mikro, kecil dan menengah, peningkatan daya saing daerah, dan pengendalian inflasi di Jawa Tengah.
Sebagai pengawal stabilitas sistem keuangan dan sistem pembayaran
Mengutip buku Semarang Sebagai Simpul Ekonomi: Bank Indonesia Dalam Dinamika Perekonomian Jawa Tengah, tugas Bank Indonesia dalam menjalankan stabilitas sistem keuangan dipengaruhi jumlah perbankan terutama dalam peredaran uang Rupiah.
Perkembangan ekonomi di Jawa Tengah semakin meningkat setelah 1980-an. Salah satu penyebabnya adalah deregulasi perekonomian secara bertahap yang dimulai dengan deregulasi perizinan untuk mendirikan bank baru pada Oktober 1988.
Di pedesaan dan wilayah pinggiran kota besar, diberikan kesempatan membuka BPR dengan syarat modal yang lebih kecil.
Tujuannya agar usaha kecil dan menengah dapat dijangkau oleh bank sehingga tidak perlu menunggu bank-bank besar buka cabang. Pendirian BPR-BPR ini juga untuk melengkapi BRI yang sudah ada di pedesaan lebih dulu.
Pada 2004 jumlah BPR di Jawa Tengah sebanyak 596 buah. Atau setara dengan 25%-nya dari jumlah BPR di seluruh Indonesia. Dari banyak jumlah BPR itu, 344 di antaranya adalah milik pemerintah daerah, atau berstatus BPR BKK.
Untuk mempermudah pengawasan, Bank Indonesia menawarkan ide penggabungan BPR ke Pemerintah Daerah. Ide ini disambut baik oleh pemerintah provinsi sebagai pemegang saham pengendali BPR BKK.
Banyak manfaat yang bisa dirasakan dari merger ini. Satu hal penting dari manfaat merger, khususnya bagi pemerintah daerah adalah dukungan yang lebih kuat dari BPR BKK dalam pembangunan perekonomian daerah.
Baca Juga: Kisah Menegangkan, Pendirian Bank Indonesia dengan Membeli Saham De Javasche Bank Belanda
Dengan modal yang lebih kuat, BPR BKK juga diharapkan bisa lebih leluasa dalam menyalurkan kreditnya. Mengingat pentingnya merger tersebut, maka pemerintah daerah berniat menggabungkan beberapa BPR BKK yang tersebar di kabupaten/kota menjadi satu BPR BKK.
Dengan adanya merger diharapkan dapat memperkuat permodalan dan meningkatkan kemampuan BPR dalam menghimpun dana dan menyalurkan kredit, yang pada akhirnya mampu meningkatkan daya saing BPR BKK.
Meskipun jumlahnya menurun, tapi perannya dalam pembangunan daerah melalui penyaluran kredit semakin terlihat nyata.
Bank Indonesia Semarang atau Bank Indonesia Jawa Tengah juga punya tugas melaksanakan sistem pembayaran. Saat ini BI giat mendorong transaksi nontunai di masyarakat melalui Gerakan Nasional Non-Tunai (GNNT).
Gerakan ini resmi dicanangkan pada 14 Agustus 2014 di Jakarta dan sosialisasi GNNT dilakukan secara serentak di seluruh penjuru Nusantara termasuk di Jawa Tengah.
BI Provinsi Jawa Tengah bekerjasama dengan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) dan Balai Pelayanan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BP3TKI) Provinsi Jawa Tengah melakukan edukasi kepada para Pekerja Migran Indonesia (PMI) di wilayah Jawa Tengah. Edukasi diberikan kepada calon PMI yang akan berangkat ke luar negeri mengenai kegiatan pengiriman uang secara nontunai serta memberikan pemahaman risiko penggunaan lembaga pengiriman uang ilegal.
Selain edukasi kepada calon PMI, edukasi juga diberikan kepada keluarga calon PMI sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan keuangan inklusif dengan mendorong keluarga PMI yang telah memiliki usaha untuk menjadi agen Layanan Keuangan Digital (LKD) yang merupakan perpanjangan tangan dari pelayanan perbankan.
BI Semarang juga bertugas mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran. BI Semarang selalu mengupayakan terselenggaranya sistem pembayaran yang efisien, cepat, aman, lancar dan handal.
Sebagai antisipasi peredaran uang palsu di masyarakat, maka BI Semarang juga senantiasa melakukan sosialisasi Ciri-ciri Keaslian Uang Rupiah (CIKUR). Sosialisasi CIKUR menjadi pilar dalam antisipasi peredaran uang palsu di masyarakat.
Bank Indonesia juga mengemban amanat untuk memenuhi ketersediaan uang rupiah dalam jumlah yang cukup dengan jenis pecahan yang sesuai kebutuhan, dan dalam kualitas baik serta kondisi layak edar (clean money policy).
Dalam melakukan pengelolaan uang rupiah, BI melakukan kegiatan layanan kas, baik di dalam maupun di luar kantor dalam bentuk kegiatan kas keliling dan kas titipan.
Zaman semakin maju, teknologi semakin berkembang, gaya hidup pun ikut berubah. Saat ini, anak-anak muda lebih menyukai pembayaran menggunakan instrumen pembayaran non tunai berbasis QR.
Pada 17 Agustus 2019 Bank Indonesia meluncurkan Quick Response Code Indonesian Standard atau biasa disingkat QRIS. Di Kota Semarang implementasi QRIS telah dijalankan di beberapa tempat seperti pasar tradisional dan pelaku UMKM.
Begitulah peran Bank Indonesia Semarang dalam mengawal perkembangan ekonomi di Semarang pada khususnya, dan Jawa Tengah pada umumnya.
Sumber:
Tim Penyusun, 2022, Semarang Sebagai Simpul Ekonomi: Bank Indonesia Dalam Dinamika Perekonomian Jawa Tengah. Jakarta: Bank Indonesia Institute