Find Us On Social Media :

Apa Tugas Konstituante Hasil Pemilihan Umum 1955?

By Afif Khoirul M, Minggu, 13 Oktober 2024 | 09:50 WIB

Ilustrasi - Tugas Dewan Konstituante yang dibentuk tahun 1955.

Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini

---

Sebuah Kilas Balik Romantika Demokrasi di Bumi Pertiwi

Intisari-online.com - Angin fajar demokrasi berhembus sejuk di tahun 1955. Setelah melewati masa-masa penuh gejolak revolusi fisik, Indonesia memasuki babak baru dalam sejarahnya.

Pemilihan umum pertama digelar, sebuah momentum bersejarah yang menandai tekad bangsa untuk membangun negara berdasarkan kehendak rakyat.

Di antara lembaga-lembaga negara yang lahir dari rahim Pemilu 1955, terdapat satu badan yang mengemban tugas suci: Konstituante.

Konstituante, sebuah majelis yang dibentuk dengan mandat luhur, lahir dari denyut nadi rakyat yang menginginkan sebuah konstitusi permanen.

Undang-Undang Dasar Sementara 1950, yang menjadi landasan hukum negara pasca pengakuan kedaulatan, dirasa belum cukup untuk menopang cita-cita luhur bangsa.

Konstituante hadir sebagai perwujudan dari semangat untuk merumuskan dasar negara yang kokoh, yang akan menuntun Indonesia menuju masa depan gemilang.

Tugas utama Konstituante terukir jelas dalam Pasal 134 UUDS 1950: "Konstituante (Sidang Pembuat Undang-Undang Dasa

Kebhinekaan

Konstituante, yang beranggotakan 514 wakil rakyat dari berbagai partai politik, menjadi miniatur Indonesia. Di dalamnya berhimpun beragam ideologi, aspirasi, dan kepentingan.

Mereka adalah representasi dari kemajemukan bangsa, yang dipersatukan oleh tekad untuk membangun Indonesia yang lebih baik.

Sidang-sidang Konstituante diwarnai perdebatan sengit, namun di balik itu tersimpan semangat juang yang sama. Para anggota Konstituante bergulat dengan gagasan-gagasan besar, mencari titik temu di antara perbedaan.

Mereka bermimpi untuk merumuskan konstitusi yang mampu menaungi seluruh rakyat Indonesia, yang mencerminkan cita-cita luhur bangsa.

Dua Kubu: Pancasila vs. Islam

Persidangan Konstituante berlangsung alot. Perdebatan alot berkutat pada isu krusial: dasar negara. Dua kubu utama muncul, masing-masing dengan argumentasi yang kuat.

Kubu pertama menginginkan Pancasila sebagai dasar negara, sementara kubu kedua menginginkan Islam sebagai dasar negara.

Kubu Pancasila berpendapat bahwa Pancasila adalah ideologi yang paling tepat untuk Indonesia. Pancasila dianggap mampu mempersatukan bangsa yang majemuk, dengan merangkul semua golongan tanpa diskriminasi.

Di sisi lain, kubu Islam berpendapat bahwa Islam adalah agama mayoritas penduduk Indonesia.

Mereka berkeyakinan bahwa Islam adalah dasar negara yang paling ideal, yang akan membawa Indonesia menuju masyarakat yang adil dan makmur.

Jalan Buntu dan Dekrit Presiden 5 Juli 1959

Perdebatan sengit antara kedua kubu tak kunjung menemukan titik temu. Sidang-sidang Konstituante berjalan alot, bahkan cenderung menemui jalan buntu.

Kegagalan Konstituante dalam merumuskan konstitusi baru menimbulkan ketidakpastian politik.

Di tengah situasi genting tersebut, Presiden Soekarno mengambil langkah tegas. Pada tanggal 5 Juli 1959, beliau mengeluarkan Dekrit Presiden yang membubarkan Konstituante dan memberlakukan kembali UUD 1945.

Dekrit Presiden 5 Juli 1959 menjadi tonggak penting dalam sejarah konstitusi Indonesia.

Refleksi: Konstituante dan Warisan Demokrasi

Meskipun gagal merumuskan konstitusi baru, Konstituante tetap menorehkan tinta emas dalam sejarah demokrasi Indonesia.

Konstituante adalah bukti nyata dari semangat bangsa Indonesia untuk membangun negara berdasarkan kehendak rakyat.

Perdebatan-perdebatan di dalam Konstituante, meskipun berakhir dengan kegagalan, menunjukkan dinamika demokrasi yang sehat.

Konstituante mengajarkan kita arti penting dialog, toleransi, dan kompromi dalam membangun bangsa yang majemuk.

*

Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini

---