Penulis
Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini
---
Intisari-online.com - Fajar menyingsing di ufuk timur, namun langit Jakarta masih diselimuti kabut duka. Embun pagi yang biasanya menyejukkan hati, kini terasa dingin menusuk tulang.
Tanggal 1 Oktober 1965, hari yang kelam dalam sejarah bangsa Indonesia, hari di mana Pancasila, ideologi negara yang kita junjung tinggi, hampir direnggut dari genggaman.
Peristiwa Gerakan 30 September 1965, atau yang lebih dikenal dengan G30S/PKI, telah menorehkan luka mendalam di bumi pertiwi.
Segelintir oknum yang bernaung di bawah Partai Komunis Indonesia (PKI) dengan keji telah menculik dan membunuh para jenderal terbaik bangsa.
Pahlawan revolusi, mereka yang telah berjuang demi kemerdekaan dan kedaulatan negara, gugur di tangan pengkhianat.
Indonesia berduka. Namun, di tengah kepedihan yang mendalam, semangat patriotisme dan nasionalisme justru berkobar.
Rakyat Indonesia dari berbagai lapisan masyarakat, bersatu padu, menolak ideologi komunis yang berusaha menggantikan Pancasila.
Tentara Nasional Indonesia (TNI), sebagai garda terdepan dalam menjaga kedaulatan negara, bangkit melawan. Dipimpin oleh Mayor Jenderal Soeharto, TNI berhasil menumpas gerakan pemberontakan dan memulihkan keamanan negara.
Rakyat pun turut serta, bahu-membahu dengan TNI, menjaga keamanan lingkungan dan memburu para pelaku G30S/PKI.
Di tengah kekacauan dan ketidakpastian, Pancasila tetap tegak berdiri sebagai mercusuar yang menerangi jalan bangsa.
Lima sila yang terkandung di dalamnya, Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, dan Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia, menjadi benteng kokoh yang melindungi Indonesia dari rongrongan ideologi asing.
Pancasila bukan sekadar rangkaian kata-kata indah. Ia adalah jiwa dan kepribadian bangsa Indonesia, yang lahir dari nilai-nilai luhur budaya dan agama.
Pancasila adalah perekat persatuan, landasan bagi kehidupan berbangsa dan bernegara, serta pedoman bagi pembangunan nasional.
Keberhasilan mempertahankan Pancasila pada 1 Oktober 1965 merupakan bukti nyata kekuatan dan kesaktian ideologi bangsa.
Peristiwa ini mengajarkan kita bahwa Pancasila bukanlah dogma yang kaku, melainkan nilai-nilai luhur yang hidup dan dinamis, yang mampu beradaptasi dengan perkembangan zaman.
Beberapa faktor penting yang berperan dalam mempertahankan Pancasila:
Soliditas TNI dan dukungan rakyat: TNI sebagai garda terdepan dalam menjaga kedaulatan negara, mampu bergerak cepat dan efektif dalam menumpas gerakan pemberontakan.
Dukungan rakyat yang masif juga menjadi kunci keberhasilan dalam melawan G30S/PKI.
Keteguhan para pemimpin bangsa: Para pemimpin bangsa, terutama Mayor Jenderal Soeharto, menunjukkan sikap tegas dan berani dalam menghadapi ancaman terhadap Pancasila.
Mereka mampu mengambil keputusan yang tepat dan strategis dalam situasi kritis.
Kesadaran masyarakat akan pentingnya Pancasila: Masyarakat Indonesia secara umum telah menyadari bahwa Pancasila adalah ideologi yang paling sesuai dengan karakter dan jati diri bangsa.
Mereka menolak ideologi komunis yang bertentangan dengan nilai-nilai luhur Pancasila.
Peringatan Hari Kesaktian Pancasila setiap tanggal 1 Oktober bukanlah sekadar seremonial belaka. Ia adalah momentum untuk mengenang jasa para pahlawan revolusi, merefleksikan nilai-nilai Pancasila, dan memperkuat komitmen kita untuk menjaga dan mengamalkan Pancasila dalam kehidupan sehari-hari.
Pancasila adalah warisan berharga dari para pendiri bangsa. Mari kita jaga dan lestarikan Pancasila, agar Indonesia tetap teguh berdiri sebagai negara yang berdaulat, adil, dan makmur.
Sumber:
Sejarah Nasional Indonesia VI oleh Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto
*
Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini
---