Find Us On Social Media :

Tewas Digempur Israel dan Bertahun-tahun Jadi Buron AS, Siapa Pemimpin Hezbollah Ibrahim Aqil?

By Moh. Habib Asyhad, Minggu, 22 September 2024 | 08:40 WIB

Ibrahim Aqil, salah satu pemimpin Hezbollah tewas dalam serangan Israel ke Beirut pada Jumat (20/9) kemarin.

Ibrahim Aqil, salah satu pemimpin Hezbollah tewas dalam serangan Israel ke Beirut pada Jumat (20/9) kemarin.

---

Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini

---

Intisari-Online.com - Setidaknya ada pemimpin Hezbollah yang menjadi korban serangan Israel ke Beirut, Lebanon, pada Jumat (2o/9) kemarin. Mereka adalah Ibrahim Aqil dan Ahmed Mahmud Wahbi. Kematian keduanya sudah dikonfirmasi oleh Hezbollah.

Nama pertama adalah kepala Pasukan Radwan, sementara yang kedua adalah komandan senior Hezbollah.

Sebagai informasi, Pasukan Radwan adalah pemimpin operasi darat Hezbollah. Israel melalui mediator internasional berulang kali menuntut pasukan itu ditarik dari perbatasan. Tak hanya itu, Aqil sendiri adalah buronan Amerika Serikat karena terlibat pemboman Kedutaan Besar AS di Beirut pada 1983.

Meski begitu, di kalangan internal Hezbollah, Aqil adalah pahlawan dan dianggap sebagai salah satu pemimpin besarnya. Sementara itu, Ahmed Mahmud Wahbi adalah pemimpin operasi Hezbollah terhadap Israel sejak dimulainya perang Gaza pada Oktober 2023.

Sebelumnya, Aqil, yang diperkirakan berusia 60-an tahu, sudah berkali-kali selamat dari upaya pembunuhan. Pemerintah Amerika Serikat bahkan sampai menawarkan hadiah jutaan dolar untuk penangkapannya.

Aqil merupakan anggota Hezbollah sejak kelompok ini didirikan pada 1980-an dan menjabat di Dewan Jihad, badan militer tertinggi kelompok tersebut. Menurut New York Times, sebagaimana dikutip dari KompasTV, dalam dua dekade terakhir, Israel telah menewaskan banyak anggota Dewan Jihad, yang merupakan penasihat terdekat pemimpin Hezbollah, Hassan Nasrallah.

Pejabat AS menuduh Aqil terlibat dalam dua serangan bom pada tahun 1983 yang menewaskan lebih dari 350 orang di Kedutaan Besar AS di Beirut dan markas Korps Marinir AS, banyak di antaranya adalah warga negara AS. Pada 2023, Departemen Luar Negeri AS menawarkan hadiah hingga 7 juta dolar AS untuk informasi yang mengarah pada identifikasi, lokasi, penangkapan, atau hukuman bagi Aqil.

Dia juga dituduh memimpin penculikan sandera asal AS dan Jerman di Lebanon pada tahun 1980-an.