Find Us On Social Media :

TAP MPR Nomor 33 Tahun 1967 Dicabut, Bung Karno Bebas dari Tuduhan Melindungi PKI

By Moh. Habib Asyhad, Senin, 9 September 2024 | 14:22 WIB

TAP MPR No. 33 Tahun 1967 dihapus, Bung Karno terbebas dari tuduhan melindungi PKI

Dengan dicabutnya TAP MPR No.33 Tahun 1967 gugur tuduhan Bung Karno mendukung pemberontakan dan pengkhianatan G30S pada 1965.

---

Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini

---

Intisari-Online.com - TAP MPR Nomor 33 Tahun 1967 (TAP MPRS Nomor XXXIII/MPRS/167) resmi dicabut. Sebagai dilaporkan Kompas.TV, Ketua MPR RI Bambang Seosatyo telah menyerahkan surat pimpinan MPR RI tentang tidak lanjut tidak berlakunya lagi TAP MPRS Nomor XXXIII/MPRS/1967 kepada keluarga Soekarno di gedung Nusantara V, gedung MPR/DPR/DPD, kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (9/9).

Yang menerima surat tersebut adalah sejumlah anak Bung Karno, dari Guntur Soekarnoputra, Megawati Soekarnoputri, Sukmawati Soekarnoputri, dan Guruh Soekarnoputra. Menurut Bamsoet, pihaknya telah menerima Surat Menteri Hukum dan HAM perihal tidak lanjut tidak berlakunya TAP MPRS Nomor XXXIII/MPRS/1967.

Selanjutnya, MPR setelah melakukan rapat dan pimpinan memutuskan untuk mengabulkan hal tersebut. "TAP MPRS No. XXXIII/MPRS/1967 telah dinyatakan sebagai kelompok Ketetapan MPRS yang tidak perlu dilakukan tindakan hukum lebih lanjut, baik karena bersifat einmalig (final), telah dicabut, maupun telah selesai dilaksanakan," kata Bamsoet dalam sambutannya.

Bamsoet menjelaskan, dengan dicabutnya TAP MPRS tersebut, tidak terbukti atau gugur dengan sendirinya tuduhan Presiden Soekarno telah memberikan kebijakan yang mendukung pemberontakan dan pengkhianatan G-30-S pada 1965 yang lampau.

Terlebih lagi, menurutnya, tuduhan tersebut tidak diproses dan dibuktikan secara hukum hingga Sang Proklamator itu wafat 21 Juni 1970 di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Jakarta. Dia melanjutkan, tuduhan terhadap Bung Karno telah bertentangan dengan prinsip Indonesia sebagai negara yang berdasar atas hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (3) UUD NRI 1945.

Dalam prinsip hukum berlaku 'Omnis Idemnatus pro innoxio legibus habetur' atau setiap orang yang tidak dapat dinyatakan bersalah sebelum dinyatakan sebaliknya oleh hukum. "Sebuah maxim yang bermakna bahwa seseorang yang dituduh melakukan kejahatan/tindak pidana adalah tidak bersalah sampai kemudian dapat dibuktikan sebaliknya dalam suatu pengadilan yang fair/adil atau dengan kata lain bahwa seseorang tidak dapat dihukum tanpa proses hukum yang adil dan fair," kata Bamsoet.

Selain itu, kata dia, pada 2012 Presiden ke-7 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) melalui Keputusan Presiden Nomor 83/TK/Tahun 2012 telah menganugerahkan Gelar Pahlawan Nasional kepada Almarhum Dr. (H.C.) Ir. Soekarno. Pertimbangan pemberian gelar pahlawan nasional tersebut antara lain adalah Bung Karno merupakan putra terbaik yang pernah dimiliki oleh bangsa Indonesia.

Pasal 25 huruf e Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2009 Tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan menyebutkan salah satu syarat pemberian gelar Pahlawan Nasional yaitu setia dan tidak pernah mengkhianati bangsa dan negara.

"Artinya seseorang yang semasa hidupnya pernah melakukan penghianatan kepada bangsa dan negara tidak akan pernah memenuhi syarat untuk mendapatkan gelar pahlawan nasional," katanya. "Dengan demikian, ditetapkannya keputusan penganugerahan gelar pahlawan nasional oleh negara kepada Bung Karno secara administrasi dan yuridis Bung Karno memenuhi syarat tidak pernah mengkhianati bangsa dan negara."