Find Us On Social Media :

Strategi dalam Operasi Pagar Betis yang Diterapkan AH Nasution dalam Menumpas Pemberontakan DI/TII di Jawa Barat

By Afif Khoirul M, Jumat, 6 September 2024 | 09:30 WIB

Pemberontakan DI/TII tak hanya terjadi di Jawa Barat. Di Jawa Barat, gerakan serupa juga terjadi, dipimpin oleh Amir Fatah, mantan pimpinan Hizbullah.

   

Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini

---

Intisari-online.com - Angin Perubahan Berhembus di Tanah Pasundan

Pagi itu, di tengah kabut tipis yang menyelimuti pegunungan Jawa Barat, secercah harapan mulai bersinar. Setelah bertahun-tahun bergelut dalam konflik internal yang memecah belah, Republik Indonesia yang masih muda berusaha bangkit dari keterpurukan.

Pemberontakan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII) yang dipimpin oleh Sekarmadji Maridjan Kartosuwiryo telah merajalela, mengancam kesatuan dan kedaulatan negara.

Di tengah kekacauan ini, muncul seorang pemimpin militer yang teguh dan visioner, Jenderal Abdul Haris Nasution. Dengan semangat membara dan strategi brilian, ia merancang sebuah operasi militer yang akan dikenang sepanjang sejarah, yaitu Operasi Pagar Betis.

Operasi Pagar Betis, yang diluncurkan pada tahun 1949, merupakan sebuah manifestasi dari kejeniusan taktis Nasution. Strategi ini berpusat pada konsep "pengepungan dan penghancuran," di mana pasukan TNI akan mengepung daerah-daerah yang dikuasai DI/TII, memutus jalur logistik mereka, dan perlahan-lahan mengikis kekuatan mereka.

Namun, Operasi Pagar Betis bukan sekadar operasi militer biasa. Nasution menyadari bahwa untuk memenangkan perang ini, ia harus memenangkan hati dan pikiran rakyat.

Maka, ia melibatkan masyarakat setempat dalam operasi ini, menjadikan mereka bagian integral dari "pagar betis" yang akan melindungi negara dari ancaman pemberontakan.

Menganyam Benang Persatuan: Keterlibatan Rakyat

Nasution memahami bahwa kekuatan sejati sebuah bangsa terletak pada persatuan rakyatnya. Oleh karena itu, ia merangkul masyarakat Jawa Barat, mengajak mereka untuk berpartisipasi aktif dalam Operasi Pagar Betis.

Ratusan ribu warga sipil, dari petani hingga pedagang, dari pemuda hingga orang tua, bahu-membahu membangun "pagar betis" yang kokoh di sekitar daerah-daerah yang dikuasai DI/TII.

Mereka membangun pos-pos penjagaan, melakukan patroli bersama TNI, dan memberikan informasi penting tentang pergerakan pemberontak. Keterlibatan rakyat ini bukan hanya memperkuat pertahanan, tetapi juga mengirimkan pesan yang kuat kepada DI/TII bahwa mereka tidak sendirian dalam perjuangan ini.

Nasution menyadari bahwa pemberontakan DI/TII bukan sekadar konflik bersenjata, tetapi juga perang ideologi. Oleh karena itu, ia melakukan kampanye propaganda yang masif untuk melawan narasi radikal yang disebarkan oleh DI/TII.

Ia mengirimkan tim-tim penerangan ke desa-desa, menyebarkan pamflet dan poster yang menjelaskan tujuan sebenarnya dari perjuangan Republik Indonesia. Ia juga mengadakan pertemuan-pertemuan dengan tokoh-tokoh masyarakat, mendengarkan aspirasi mereka, dan meyakinkan mereka bahwa pemerintah pusat berkomitmen untuk membangun negara yang adil dan makmur bagi semua.

Selain melibatkan rakyat, Nasution juga menerapkan taktik gerilya yang efektif untuk melawan DI/TII. Pasukan TNI melakukan serangan-serangan mendadak, menyergap konvoi logistik pemberontak, dan menghancurkan basis-basis mereka.

Mereka juga memanfaatkan medan pegunungan Jawa Barat yang sulit untuk melakukan manuver-manuver taktis, menghindari konfrontasi langsung dengan pasukan DI/TII yang lebih besar, dan menguras sumber daya mereka.

Operasi Pagar Betis bukanlah operasi yang mudah. DI/TII melakukan perlawanan sengit, melancarkan serangan-serangan balasan, dan mencoba memecah belah persatuan rakyat. Namun, Nasution dan pasukan TNI tidak pernah menyerah. Mereka terus berjuang dengan gigih, menghadapi setiap tantangan dengan keberanian dan tekad yang tak tergoyahkan.

Perlahan tapi pasti, Operasi Pagar Betis mulai membuahkan hasil. Daerah-daerah yang dikuasai DI/TII semakin terjepit, jalur logistik mereka terputus, dan moral pasukan mereka mulai menurun. Rakyat Jawa Barat, yang awalnya ragu-ragu, semakin yakin bahwa pemerintah pusat adalah pihak yang benar dalam konflik ini.

Kemenangan yang Terukir dalam Sejarah

Setelah bertahun-tahun berjuang, Operasi Pagar Betis akhirnya mencapai puncaknya. Pada tahun 1962, Kartosuwiryo, pemimpin DI/TII, berhasil ditangkap. Penangkapan ini menandai berakhirnya pemberontakan DI/TII di Jawa Barat dan menjadi tonggak penting dalam sejarah perjuangan Republik Indonesia.

Operasi Pagar Betis bukan hanya sebuah kemenangan militer, tetapi juga kemenangan rakyat. Strategi brilian Nasution, yang menggabungkan kekuatan militer dengan keterlibatan rakyat dan perang ideologi, berhasil memadamkan api pemberontakan dan menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Operasi Pagar Betis telah meninggalkan warisan yang tak ternilai bagi bangsa Indonesia. Strategi yang diterapkan oleh Nasution dalam operasi ini mengajarkan kita tentang pentingnya persatuan, keberanian, dan kegigihan dalam menghadapi tantangan.

Keterlibatan rakyat dalam Operasi Pagar Betis juga menunjukkan bahwa kekuatan sejati sebuah bangsa terletak pada partisipasi aktif seluruh warga negaranya. Dan yang tak kalah penting, Operasi Pagar Betis mengingatkan kita bahwa perang tidak selalu dimenangkan dengan senjata, tetapi juga dengan hati dan pikiran.

Semoga kisah Operasi Pagar Betis ini dapat menjadi inspirasi bagi generasi mendatang untuk terus berjuang demi kemajuan dan keutuhan bangsa Indonesia. Seperti kata pepatah, "Bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh." Mari kita jaga persatuan dan kesatuan bangsa ini, agar Indonesia tetap tegak berdiri sebagai negara yang merdeka, berdaulat, dan adil makmur bagi seluruh rakyatnya.

Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini

---