Find Us On Social Media :

Dialah yang Lolos dari Lubang Buaya pada Malam Jahanam 1 Oktober 1965

By Moh. Habib Asyhad, Sabtu, 31 Agustus 2024 | 11:29 WIB

Sukitman menjadi saksi kunci Gerakan 30 September 1965. Bergelimang penghargaan karena jasa-jasanya.

Peristiwa kekejaman Gerakan 30 September meninggalkan coretan hitam dalam sejarah bangsa Indonesia. Seorang saksi sejarah peristiwa itu mengungkapkan pengalamannya kepada wartawan Intisari L.R. Supriyapto Yahya dan Anglingsari Saptono, ketika ia hampir ikut menjadi korban.

---

Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini

---

Intisari-Online.com - Malam baru saja lewat, sementara matahari pagi pun belum terjaga dari peraduannya, karena waktu itu memang baru pukul 03.00. Tanggal terakhir pada bulan September baru berganti dengan tanggal Oktober 1965. Jakarta dan penduduknya masih terhanyut dalam sepenggal mimpinya.

Namun, Sukitman (49) yang waktu itu berpangkat Agen Polisi Dua tidak ikut terhanyut dalam buaian mimpi. Dia harus menjalankan tugasnya di Seksi VIII Kebayoran Baru (sekarang Kores 704) yang berlokasi di Wisma AURI di Jl. Iskandarsyah, Jakarta, bersama Sutarso yang berpangkat sama.

"Angkat tangan"

"Waktu itu polisi naik sepeda. Sedangkan untuk melakukan patroli, kadang-kadang kami cukup dengan berjalan kaki saja, karena radius yang harus dikuasai adalah sekitar 200 m," katanya mengenang masa awal tugasnya.

Tiba-tiba ia dikejutkan oleh bunyi rentetan tembakan, yang rasanya tidak jauh dari posnya. Karena tembakan itu berasal dari bawah dan dekat situ ada Gedung MABAK yang tinggi, suara tembakan itu memantul.

Rasa tanggung jawab membuat Sukitman bergegas mengendarai sepedanya dengan cara melawan arah mencari sumber tembakan itu. Sementara rekannya tetap melakukan tugas jaga. Dalam benak pemuda ini yang terlintas mungkin terjadi perampokan. Ternyata suara itu berasal dari rumah Jenderal D.I. Panjaitan yang terletak di Jl. Sultan Hasanudin. Di situ sudah banyak pasukan bergerombol.

Belum sempat tahu apa yang terjadi di situ, tiba-tiba ia dikejutkan oleh teriakan tentara berseragam loreng dan berbaret merah yang berusaha mencegatnya. "Turun! Lempar senjata dan angkat tangan!"

Sukitman, yang waktu itu baru berusia 22 tahun, kaget dan lemas. Dia segera melakukan apa yang diperintahkan tanpa bisa menolak. Di bawah ancaman senjata di kiri-kanan, Sukitman kemudian diseret dan dilemparkan ke dalam truk dalam keadaan tangan terikat dan mata tertutup.