Find Us On Social Media :

Pertempuran di Bumi Sriwijaya Ketika Belanda Meminta Palembang Dikosongkan

By Afif Khoirul M, Minggu, 4 Agustus 2024 | 16:30 WIB

Ilustrasi - Sejarah pertempuran 5 hari-5 malam di Palembang.

Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini

---

Intisari-online.com - Langit Palembang di penghujung tahun 1946 merunduk kelabu. Kabar burung yang semula hanya desas-desus, kini menjelma kenyataan yang menyesakkan dada. Belanda, sang penjajah yang seharusnya angkat kaki dari bumi pertiwi, justru kembali dengan nafsu serakah. Ultimatum mereka bak petir di siang bolong  "Palembang harus dikosongkan dalam waktu 24 jam."

Kota yang semula riuh dengan geliat kehidupan, mendadak dicekam ketakutan. Ibu-ibu mendekap erat anak-anaknya, para pemuda mengepalkan tangan menahan amarah, sementara para tetua berdoa memohon kekuatan dari Yang Maha Kuasa. Namun, di tengah gundah gulana itu, ada bara semangat yang tak kunjung padam. Palembang, sang pusaka Sriwijaya, tak akan menyerah begitu saja.

Di bawah temaram lampu minyak, para pejuang berkumpul. Wajah-wajah mereka tegas, sorot mata mereka tajam bak elang mengintai mangsa. Letjen Harun Sohar, sang komandan, berdiri tegap di depan mereka. Suaranya yang berat namun menenangkan, menggema di ruangan sederhana itu.

"Saudara-saudaraku, Palembang adalah tanah leluhur kita. Di sinilah kita lahir, di sinilah kita dibesarkan. Tak akan kita biarkan sejengkal pun tanah ini jatuh ke tangan penjajah. Kita akan lawan mereka, sampai titik darah penghabisan!"

Pekikan "Merdeka!" menggelegar, mengusir keheningan malam. Semangat juang membuncah, menyatukan hati dan tekad para pejuang. Mereka adalah anak-anak Palembang, pewaris darah Sriwijaya yang gagah berani.

1 Januari 1947, fajar menyingsing dengan gemuruh ledakan. Pertempuran pun pecah. Dari lorong-lorong sempit, dari balik rerimbunan pohon, para pejuang melancarkan serangan. Bambu runcing, senjata sederhana namun mematikan, menjadi saksi bisu perlawanan rakyat Palembang.

Di tengah kepungan musuh, para pejuang tak gentar. Mereka bertempur dengan gagah berani, mengorbankan jiwa dan raga demi tanah air tercinta. Letkol Harun Sohar memimpin pasukannya dengan taktik brilian, memanfaatkan setiap inci wilayah Palembang sebagai medan pertempuran.

Hari berganti hari, pertempuran semakin sengit. Darah membasahi bumi Palembang, nyawa-nyawa melayang sia-sia. Namun, semangat juang para pejuang tak pernah surut. Mereka bertempur siang dan malam, tak kenal lelah dan takut.

Di tengah kobaran api dan desingan peluru, muncul sosok-sosok perempuan tangguh. Mereka adalah para Srikandi Palembang, yang tak hanya piawai mengurus rumah tangga, tapi juga mahir berperang. Dengan senjata seadanya, mereka membantu para pejuang, merawat yang terluka, dan mengobarkan semangat juang.

Lima hari lima malam pertempuran berkecamuk, Palembang menjadi saksi bisu kegigihan rakyatnya. Meski kalah dalam persenjataan, semangat juang para pejuang tak pernah padam. Mereka bertempur dengan segenap jiwa dan raga, hingga akhirnya Belanda terpaksa mundur.