Find Us On Social Media :

Ternyata Beginilah Awal Mula Sikap Anti-Israel Indonesia

By Afif Khoirul M, Selasa, 11 Juni 2024 | 12:50 WIB

Awal mula sikap Indonesia yang anti-israel.

Intisari kini telah hadir di WhatsApp Channel, dapatkan artikel terupdate di sini

Intisari-online.com - Untuk menggali akar permasalahan dalam hubungan antara Indonesia dan Israel, kita harus menelusuri sejarah yang panjang, yang bermula beberapa dekade sebelum kedua negara ini merdeka.

Pada era 1920-an, gerakan sosial Muslim di Indonesia mulai menunjukkan minat yang mendalam terhadap isu Palestina, didorong oleh kecenderungan simpatik terhadap Arab dan solidaritas Islam.

Diskusi tentang nasib Palestina menjadi agenda tetap dalam pertemuan tahunan organisasi Islam Muhammadiyah, yang didirikan pada 1912 untuk mempromosikan pemikiran reformis Muhammad Abduh. Organisasi ini, bersama dengan Nahdlatul Ulama, menjadi dua kekuatan besar yang mengatur dinamika Islam di Indonesia.

Selama Perang Dunia II, ada suara-suara kritis dari umat Islam Indonesia terhadap sikap Inggris yang dianggap merugikan Mufti Agung Yerusalem, Haji Amin al-Husseini.

Dengan ribuan ulama Indonesia yang menimba ilmu di pusat-pusat keilmuan Arab seperti Mesir, Mekkah, dan Madinah, serta puluhan ribu jamaah haji dan umroh yang berziarah ke Saudi, perhatian terhadap masa depan Palestina telah menjadi bagian dari kesadaran kolektif umat Islam Indonesia.

Dalam perjuangan empat tahun melawan penjajah Belanda, Presiden Soekarno dan para pemimpin Indonesia lainnya berusaha memperkuat hubungan dengan negara-negara Arab, yang juga tengah berjuang untuk merdeka.

Salah satu inisiatif diplomatik awal Indonesia adalah mengirimkan misi ke Timur Tengah yang dipimpin oleh Wakil Menteri Luar Negeri Haji Agus Salim, sebagai tanggapan atas resolusi Liga Arab yang mendukung kemerdekaan Indonesia pada 18 November 1946.

Agus Salim, yang mahir berbahasa Arab, berhasil menjalin hubungan diplomatik dengan Mesir dan kemudian mengunjungi Suriah dan Arab Saudi untuk menandatangani perjanjian serupa.

Upaya ini membuahkan dukungan di panggung internasional, terutama ketika masalah kemerdekaan Indonesia dibawa ke PBB, di mana delegasi Arab memberikan dukungan mereka.

Pancasila, ideologi resmi negara yang dirumuskan oleh Soekarno, menegaskan pentingnya persatuan nasional dan sekularisme yang teistik namun inklusif, bukan berbasis Islam.

Dengan dukungan tokoh-tokoh Islam seperti Wahid Hasyim, Soekarno menolak desakan untuk menjadikan Islam sebagai dasar konstitusi Indonesia. Penerapan Pancasila dianggap sebagai salah satu pencapaian terbesar Soekarno, meskipun kepemimpinannya juga diwarnai oleh aspek-aspek yang kontroversial, termasuk polarisasi politik yang meningkat selama lima tahun terakhir masa jabatannya, yang berakhir dengan tragedi.