Penulis
Intisari-online.com - Antara tahun 1945 dan 1949, Indonesia berhasil memisahkan diri dari cengkeraman kolonial Belanda, namun Papua Barat masih berada di bawah kekuasaan mereka. Pemerintah Belanda memiliki rencana untuk memberi Papua Barat status negara merdeka karena perbedaan etnis dan budaya dengan Indonesia.
Akan tetapi, Indonesia menolak gagasan tersebut dan mengklaim hak atas wilayah itu. Belanda, dalam upaya untuk memajukan Papua Barat, mengirimkan ribuan pendidik dan mendirikan institusi militer, meskipun transisi dari sistem tradisional ke kapitalisme tampaknya sulit.
Presiden Soekarno, yang pertama bagi Indonesia, berpendapat bahwa semua bekas wilayah kolonial harus dikembalikan ke Indonesia.
Mulai tahun 1952, upaya Indonesia untuk mendaratkan pasukan di Papua Barat sering terjadi, tetapi selalu gagal karena kurangnya dukungan lokal dan perlawanan dari Belanda, yang memperkuat pandangan bahwa Indonesia ingin menguasai Papua.
Pada pembukaan parlemen pada tahun 1952, Ratu Juliana menyatakan bahwa tujuan akhir kebijakan Belanda di pulau tersebut adalah penentuan nasib sendiri bagi masyarakat Papua. Beberapa tahun kemudian, tanggal dimana orang Papua siap untuk mengambil alih pulau itu ke tangan mereka sendiri diumumkan, 1970.
Pada pertengahan tahun 1950an, Belanda telah berhasil menghitung dan mengambil kendali administratif atas hampir seluruh 700.000 penduduk Papua.
Sebuah sistem sekolah dasar dengan pengajaran dalam bahasa Belanda dibentuk, dan layanan kesehatan berkembang secara aktif.
Orang-orang Papua yang terpelajar direkrut untuk bertugas di pemerintahan kolonial, pada tahun 1961, hampir setengah dari 74 wilayah administratif dipimpin oleh penduduk setempat.
Pada tahun 1960, Belanda menciptakan Dewan Legislatif New Guinea dan pada tahun 1961, Korps Relawan Papua, yang merupakan cikal bakal angkatan bersenjata masa depan. Meski Belanda berencana memberikan kemerdekaan pada tahun 1970 setelah pembangunan, negara-negara besar seperti AS, Inggris, Uni Soviet, dan Tiongkok mendesak agar wilayah itu diserahkan ke Indonesia.
Pada 1 Desember 1961, Belanda mengakui bendera "Bintang Kejora" sebagai simbol nasional Papua, yang di Indonesia diinterpretasikan sebagai langkah menuju kemerdekaan, memicu pemberontakan di kalangan penduduk Indonesia di Papua Barat.
Setelah penumpasan pemberontakan, Soekarno membentuk komando militer untuk ‘membebaskan’ Papua Barat. Pada 15 Januari 1962, Indonesia mencoba mendaratkan pasukan dengan bantuan Soviet, tetapi ditolak oleh Belanda.
Meskipun demikian, Belanda akhirnya mengakui bahwa penyerahan Papua Barat ke Indonesia adalah tak terelakkan, sebuah tuntutan yang didukung oleh mayoritas komunitas internasional, kecuali Portugal dan Peru.
Setelah menggagalkan upaya Indonesia, Belanda setuju untuk mentransfer Papua ke Indonesia dengan syarat akan ada referendum pada tahun 1969 untuk menentukan nasib wilayah tersebut.
Pada tanggal 1 Juli 1971, Nicolaas Jouvet dan dua mantan perwira Korps Papua, Seth Japhet Remorem dan Jacob Hendrik Pry, secara upacara mengibarkan bendera Bintang Kejora di hutan dan memproklamirkan Republik Papua Barat.
Sejak itu, Organisasi Papua Merdeka terus melakukan perlawanan.
Meskipun unit-unit separatis berjumlah kecil, tidak mempunyai persenjataan dan pelatihan yang memadai, dan G-30-S sendiri telah mengalami beberapa kali perpecahan, pihak berwenang Indonesia tidak mampu menekannya.
*
Dapatkan artikel terupdate dari Intisari-Online.com diGoogle News