Penulis
Intisari-Online.com -Tak bisa dipungkiri, Himalaya adalah salah satu tempat paling mematikan di dunia. Sejak musim pendakian dibukan April kemarin, setidaknya lima orang tewas di sana. Yang menjadi pertanyaan kemudian, bagaimana orang-orang Sherpa bertahan hidup di Himalaya yang ganas itu?
Orang-orang Sherpa adalah mereka yang selama ini terkenal sebagai pemandu dan porter bagai pendaki Himalaya.
Perlu diketahui, masyarakat adat dari Nepal itu mampu bertahan dan tinggal di dataran tinggi Himalaya dengan tingkat kematian akibat penyakit ketinggian yang rendah. Menurut studi yang dipublikasikan di jurnal F1000Research, orang-orang Sherpa terlindungi dari penyakit ketinggian karena tubuhnya telah beradaptasi, mulai dari tingkat fisiologis hingga sel.
Menurut riset yang dipublikasikan di British Medical Journal, kematian orang-orang Sherpa lebih banyak disebabkan ketidaksengajaan, seperti longsoran salju, tertimpa es, dan batu. Pada tingkat sel, mitokondria pada orang-orang Sherpa berbeda dari manusia umumnya. Bagian sel yang berfungsi untuk mengubah oksigen menjadi tenaga itu bekerja lebih efisien pada orang-orang Sherpa.
Sementara pada tingkat fisiologi dan sirkulasi, orang-orang Sherpa mengembangkan proses mikrosirkulasi tubuh yang lebih baik dibandingkan yang lain. Mikrosirkulasi atau peredaran darah dari pembuluh besar ke pembuluh kapiler pada orang-orang Sherpa sangat terkontrol sehingga mampu memastikan setiap organ menerima oksigen dalam jumlah cukup.
Terkait pendakian, peneliti mencatat potensi orang Sherpa meninggal akibat terkena penyakit ketinggian lebih minim karena mereka menghabiskan lebih banyak waktu untuk mempersiapkan rute dan mempersiapkan diri. Belum ada alasan jelas mengapa pengaruh ketinggian terhadap seseorang bisa berbeda-beda. Aklimatisasi sering disebut sebagai langkah penting yang harus dilakukan untuk menurunkan risiko terkena penyakit ketinggian.(Kompas.com)