Penulis
Intisari-Online.com – Seekor monyet sedang bergelayutan di pucuk pohon. Ia tidak menyadari bila sedang diintai oleh tiga angin besar, yaitu topan, tornado, dan bahorok.
Tiga angin itu bertaruh siapa yang paling cepat menjatuhkan si monyet dari pohon.
Topan berkata, “Aku cuma perlu waktu 45 detik.”
Tornado tidak mau kalah, “Kalau aku cukup dengan 30 detik.”
Bahorok, dengan nada mengejek, “Kalau aku 15 detik.”
Kemudian angin topan meniup sekencang-kencangnya. Wuss…. Monyet itu langsung berpegangan pada batang pohon dengan sekuatnya. Ternyata monyet itu tetap tidak bergerak. Topan pun menyerah.
Giliran Tornado. Wusss…. Wusss…. Ia meniupkan anginnya lebih keras, dengan sekencang-kencangnya. Namun, monyet itu tetap tidak terjatuh.
Terkhir, giliran angin Bahorok. Ia bertiup lebih keras dan kencang. Wusss…wusss. Monyet itu malah makin kuat berpegangan. Ia tetap tidak jatuh.
Ketiga angin itu akhirnya mengakui, bahawa monyet itu menag. Daya tahannya luar biasa.
Datanglah angin sepoi-sepoi. Ia ingin ikut bertaruh. Niat angin sepoi-sepoi ini malahan hanya dijadikan ejekan dari ketiga angin lainnya. “Angin yang besar seperti kami saja tidak bisa, apalagi yang kecil,” ejek mereka.
Tanpa banyak bicara, angin sepoi-sepoi langsung meniup ubun-ubun si monyet. Wuuuuiiissss…. Rasanya enak, adem, seger. Mata si monyet merem-melek. Tidak lama kemudian si monyet mulai tertidur. Dan tanpa disadari terlepaslah pegangannya. Kemudian, jatuhlah monyet itu dari pohon kelapa.
Ketika kita diuji dengan kesusahan, penderitaan, malapetaka, bisa jadi kita kuat, bahkan semakin kuat dari sebelumnya. Tetapi ketika kita diuji dengan kenikmatan, kesenangan, kelimpahan, serta pujian, bisa jadi saat itulah kita “jatuh”.
Maka, waspadalah, saat kita merasa dalam zona yang nyaman. Karena pada saat itulah kita akan mudah “jatuh” bila kita tidak mempertebal iman kita.