Penulis
Intisari-Online.com – Alkisah, warga di sebuah desa suka sekali mendirikan rumah burung. Maksudnya untuk memberikan kenyamanan pada burung, apalagi mendengar kicauan mereka membuat orang lain bahagia.
Orang terkaya di desa itu memiliki seorang juru masak. Ia membuat rumah burung di dekat dapur. Di dalamnya tinggal merpati yang lembut dan selalu waspada. Merpati itu begitu lembut dan tidak pernah memedulikan makan daging. Ia berhati-hati menjaga jarak dari si juru masak itu. Karena ia tahu juru masak itu memiliki kebiasaan memanggang dan merebus hewan yang mati, termasuk burung!
Maka merpati itu selalu meninggalkan rumah burung ketika pagi hari. Setelah menghabiskan waktu di luar sepanjang hari dan mendapatkan makanan, ia kembali lagi setiap malam dan tidur di rumah burung itu. Ia cukup puas dengan hidupnya itu dan tidak berbahaya baginya.
Sementara itu, di dekat situ tinggal seekor burung gagak yang berbeda karakter. Ia adalah pemakan segala. Ia juga dikenal tidak lembut dan tidak waspada. Sebaliknya, ia terlalu bersemangat, dan bertindak tanpa mempertimbangkan bahaya. Ia sering kali membuat dirinya sendiri dalam kesulitan.
Suatu hari, burung gagak itu membaui makanan lezat yang dimasak di dapur orang kaya. Ia begitu tertarik dengan bau yang tidak bisa mengalihkan pikirannya. Ia memutuskan untuk mendapatkan masakan daging di dapur orang kaya itu. Maka ia pun mulai memata-matai dapur itu, mencoba untuk mencari tahu bagaimana caranya mendapatkan daging dan ikan.
Seperti biasa, malam itu merpati kembali ke rumah burung dengan perut kenyang dan puas. Melihat itu, gagak pun berpikir, “Ah, indahnya! Aku bisa menggunakan merpati itu untuk mengambil makanan lezat dari dapur.”
Keesokan paginya, burung gagak mengikuti merpati ketika ia meninggalkan rumah burung. Merpati bertanya, “Hai teman, mengapa engkau mengikuti saya?”
Gagak itu menjawab, “Pak, saya menyukai dan mengagumi cara hidup Anda yang tenang. Mulai sekarang, saya ingin membantu Anda dan belajar dari Anda.”
Kata merpati, “Temanku gagak, gaya hidup Anda jauh lebih menarik dari saya. Anda akan bosan mengikuti saya. Makanan Anda pun tidak sama dengan saya. Jadi, bagaimana Anda bisa membantu saya?”
Burung gagak menjawab, “Ketika Anda pergi setiap hari untuk menemukan makanan Anda, kita akan berpisah dan saya akan mencari makanan saya sendiri. Pada malam hari, kita akan kembali bersama-sama. Kita bisa saling membantu dan melindungi satu sama lain.”
Kata merpati itu, “Kedengarannya baik juga. Sekarang, pergilah dengan cara Anda sendiri dan bekerja keraslah mencari makanan.”
Merpati menghabiskan hari seperti biasa dengan mencari biji-bijian. Butuh kesabaran untuk mencari biji-bijian di antara rerumputan, tapi ia tetap puas dan kenyang.
Sementara, burung gagak menghabiskan hari dengan membalik kotoran sapi, sehingga ia bisa melahap cacing dan serangga yang ditemukannya. Ini sebenarnya pekerjaan yang cukup mudah, tapi ia terus berpikir akan menjadi lebih mudah bila mencuri dari dapur orang kaya itu. Dan ia merasa bahwa makanan itu akan lebih lezat.
Ketika ia merasa kenyang, ia berkata kepada merpati, “Pak Merpati, Anda menghabiskan terlau banyak waktu untuk mencari makanan. Buang-buang waktu saja sepanjang hari. Mari kita pulang.” Tapi merpati itu terus saja mencari biji-bijian di antara rerumputan. Ia cukup senang dengan cara itu.
Di akhir hari, burung gagak tidak sabar mengikuti merpati untuk kembali ke rumah burung. Mereka tidur bersama-sama di dalamnya dengan damai. Mereka menghabiskan beberapa hari dan beberapa malam dengan cara itu.
Hingga suatu hari, ada pengiriman berbagai jenis daging segar dan ikan ke dapur orang kaya itu. Juru masak menggantungnya pada kaitan di dapur untuk penyimpanan.
Gagak yang melihat itu merasa diiming-imingi dengan begitu banyak makanan. Ia menjadi serakah, dan mulai merencanakan itu untuk menghabiskan semuanya. Ia memutuskan untuk berpura-pura sakit. Jadi, malam itu ia berpura mengerang dan mengerang.
Pagi hari, ketika merpati kembali bersiap untuk mencari makanan seperti biasa, burung gagak itu berkata, “Pergilah Pak tanpa saya. Saya sakit perut sepanjang malam ini.”
Merpati itu berkata, “Rasanya terdengar aneh. Saya tidak pernah mendengar burung gagak sakit perut. Kalau pun iya, paling karena kelapasan. Jangan-jangan Anda ingin makan sebanyak mungkin daging dan ikan di dapur. Tapi itu untuk orang-orang, bukan untuk burung gagak. Orang tidak makan makanan merpati. Merpati tidak makan ayam. Dan tidak bijaksana bila Anda memakan makanan orang. Bahkan mungkin berbahaya! Jadi, pergilah dengan saya seperti biasa, dan puaskan dengan makanan gagak, Pak Gagak.”
Burung gagak itu berkata, “Saya terlalu sakit, temanku, saya sakit. Silakan pergi tanpa saya.”
“Baiklah,” kata merpati. “Tapi tindakan Anda akan membahayakan diri Anda. Saya peringatkan, jangan berisiko pada keselamatan demi keserakahan. Bersabarlah sampai saya kembali.” Kemudian merpati itu meninggalkan burung gagak.
Tapi burung gagak itu tidak mendengarkan. Ia hanya memikirkan meraih sepotong besar ikan, dan senang bisa berhasil menyingkirkan merpati. “Biarkan ia makan biji!” pikirnya.
Sementara itu, juru masak sedang menyiapkan daging dan ikan dalam rebusan di panci besar. Saat memasak, ia membuka tutup panci untuk menghilangkan uap. Gagak yang mencium aroma lezat dari uap itu semakin ingin mencuri ikan itu. Saat ia melihat juru masak pergi, ia mengambil kesempatan itu. Ia duduk di tepi panci rebusan. Ia menjulurkan kepalanya untuk mencari ikan yang paling besar. Tapi, itu membuat tutup panci jatuh dan menimbulkan bunyi, hingga juru masak itu masuk kembali ke dapur.
Juru masak melihat burung gagak berdiri di tepi panci dengan ikan besar terganung di paruhnya. Segera, ia menutup pintu dan jendela dapur. Pikirnya, “Makanan ini adalah untuk orang kaya. Saya bekerja untuk dia, bukan untuk gagak kudisan! Aku akan memberinya pelajaran yang tak akan pernah dilupakannya.”
Gagak malang itu pun menjadi musuh juru masak. Juru masak itu mengayun-ayunkan pisaunya yang tajam. Ia tidak kasihan sama sekali pada gagak itu. Ia menangkapnya dan mencabut semua bulunya. Gagak malang itu tampak lucu. Kemudian dibaluri burung itu dengan jahe, garam, dan cabai. Lalu juru masak menaruh burung gagak itu di lantai rumah burung.
Malam hari, saat merpati kembali dari mencari biji-bijian, ia terkejut melihat tampang mengerikan dari burung gagak itu. Katanya, “ Jelas, Anda tidak mendengarkan saya sama sekali. Keserakahan Anda telah membuat Anda begini. Saya sangat sedih Anda demikian. Saya takut tinggal di rumah burung dengan keadaan seperti ini. Saya harus segera pergi.” Burung merpati itu pun terbang jauh mencari rumah burung yang lebih aman. Akhirnya gagak itu pun mati kesakitan.
Demikianlah, keserakahan membuat kita tidak mendengarkan saran apapun dari orang lain.