Find Us On Social Media :

Kisah Kasih Seorang Ibu

By K. Tatik Wardayati, Selasa, 29 Desember 2015 | 18:40 WIB

Kisah Kasih Seorang Ibu

Intisari-Online.com – Ketika seorang ibu menceritakan anaknya naik kelas, lulus dalam ujian dan berprestasi dalam hal lain, itu bukanlah suatu bentuk kesombongan tetapi lebih pada kebanggaan dan kegembiraan. Itu juga merupakan apresiasi sang ibu yang merasa bahwa pengorbanan dan nasehat ulungnya mulai “bertunas” dalam diri anaknya.

Sebaliknya ketika seorang ibu mengisahkan kelakuan anaknya yang tidak bagus itu bukan berarti bahwa ia membencinya, atau bahkan putus asa tetapi justru karena ia mengasihinya dan mencintainya seraya berharap ia berubah lebih baik. Seandainya belum berubah dan tidak berubah, seorang ibu akan tetap mendoakankannya sampai akhir hayatnya sekalipun. Waktu untuknya bukanlah ukuran tetapi penantian dan pengharapan.

Demikianlah, itu sering menjadi isi doa seorang ibu. Berharap dant tidak akan pernah sirna oleh waktu, menunggu, dan tidak akan pernah lenyap oleh perputaran zaman. Menanti, dan tidak akan pernah bosan walau penantiannya belum membuahkan hasil.

Di masa tuanya, meski ingatannya telah pudar, namun memorinya akan  nama seorang anak tidak akan pernah sirna. Fisiknya boleh lemah, namun ketika ia melihat anaknya, ia akan bangkit memeluknya hangat. Pandangannya boleh kabur, tetapi mata hatinya akan tetap jernih melihat anaknya.

Seorang ibu menuntun kita bukan terutama dengan tangannya, tetapi dengan nasihat bijaknya dan teladan hidupnya, sehingga kata-kata dan contoh yang tercurah darinya akan menyertai kita selamanya, meski ia tiada.

Seorang ibu bukan hanya memberi kita makan, tetapi memberi kita hidup. Ia juga bukan hanya  memberi kita minum, tetapi ia “menyembuhkan” dahaga kehidupan kita lewat kasihnya sepanjang masa. Jika kita menelepon ibu dan bertanya tentang kabarnya, ia bukan hanya mengatakan tentang dirinya tetapi lebih semangat memberitahu kabar ayah, dan saudara-saudari kita.

Seorang ibu juga tidak pernah meminta untuk dirinya tetapi untuk mereka yang ia sayangi. Bahkan ia sering memberi apa yang sudah seharusnya menjadi miliknya. Sebelum tidur dia tidak pernah lupa menyebut namamu dan menyerahkan kepada perlindungan Tuhan. Dan ketika ia bangun jelas nama kita terucap kembali di lubuk hatinya yang terdalam. Ia sering berseru dalam kesenderian, “Semoga anakku baik-baik saja walau ia sakit. Kiranya anakku tidak kurang suatu apapun walau ia berkekurangan. Semoga anakku tetap tertawa kendati ia menangis. Anakku gembira walau ia sedih.” Dia tidak peduli dirinya tetapi peduli pada diri kita.

Maka hidup seorang ibu lebih condong untuk memberi daripada menerima dan berbuat daripada memerintah, berkorban dan tanpa pernah berharap akan belaskasihan. Ia kerap menyimpan “perkara” dalam hatinya supaya kita tidak “terseret” dengan duka yang mengiris perasaannya, tidak merasakan kesedihan yang ia rasakan, tidak mengalami sakit yang ia derita. Berbahagialah para ibu yang telah melahirkan dan menyusui kita. Bersukacitalah mereka yang telah berkorban sehingga kita mengerti arti sebuah perjuangan hidup karena Tuhan akan menghargai dan memperhitungkan tetesan keringat dan air mata mereka.

Dan jika Anda adalah seorang ibu, maka bersyukurlah juga bila Anda mampu meneruskan rantai kasih itu kepada anak-anak Anda. Itulah makna sebuah ungkapan, “Kasih ibu sepanjang masa” tidak lekang oleh waktu, tidak sirna oleh zaman, tidak hancur oleh badai, tidak pudar oleh riak hidup dan tidak lenyap oleh usia tua. Kisah-kasih seorang ibu, abadi mematrikan untaian manis dan indah dalam sejarah kasih dan pengorbanan. Keringatnya mengalir mengairi relung jiwa yang memberikan kesejukan dan kelegaan. Dan nasihatnya bergema di setiap waktu tanpa bertepian. Pandangannya lembut tetapi memberikan kepastian bahwa apapun tidak akan mampu menghalau kasihnya kepada anak-anaknya. (SD)