Penulis
Intisari-Online.com – Ada kisah mengenai pelaut tua dan seorang professor. Ini terjadi di zaman ketika orang orang masih bepergian dari satu Negara ke Negara lain menggunakan kapal laut, sebelum era penerbangan murah seperti zaman sekarang. Profesor ini hendak pergi dari Sidney ke San Fransisco untuk memberikan kuliah tamu.
Pada malam pertama di atas kapal, usai bertolak dari Sydney, Profesor barusan mendapat makan malam luar biasa menyenangkan di aula perjamuan, lalu ia pergi ke dek untuk menghirup udara segar laut. Ketika berjalan di dek, ia melihat seorang pelaut tua yang tengah bersandar di pinggiran kapal, menatap ke samudera di bawahnya.
Ia memutuskan untuk bercakap-cakap dengan pelaut ini, karena meski kelihatannya pekerjaan sebagai pelaut ini sederhana, namun pria ini pasti telah mengarungi samudera selama waktu yang sangat lama. Pasti ia telah mempelajari sesuatu yang berguna. Professor selalu ingin meningkatkan limpahan pengetahuannya yang ia pikir sebagai makna hidupnya. Ia menghampiri pelaut itu dan berkata,” Pak tua, sudah berapa lama Anda melaut?”
Pelaut menjawab,” Sejak masih bocah, sekitar umur tiga belas.”
” Luar biasa!” kata Profesor,”Anda pasti tahu bahwa di lautan yg kita arungi ini ada begitu banyak kehidupan. Sebagai pelaut yg telah banyak makan asam garam, Anda pasti pakar dalam ilmu biologi kelautan, mengenai semua hewan yang menggantungkan hidupnya pada samudera di bawah kita ini, berikut semua arus dan terumbu karangnya. Mari kita berbincang mengenai oceanologi, ilmu kelautan.”
Pelaut bingung,” Haa? Emang laut ada ilmunya?”
“Apa?! “seru professor,” bertahun tahun di laut Anda tidak pernah membaca buku atau belajar mengenai isi samudra di bawah Anda?”
“Nggak,” kata pelaut.
”Anda sudah menyia nyiakan waktu Anda!” tukas professor seraya melangkah pergi dengan rasa kesal pada pria tua ini yang telah menghabiskan hidupnya di samudera tanpa pernah mempelajari mengenainya.
Besok malamnya, professor mendapat makan malam yang sangat lezat lagi sehingga hatinya sangat baik. Jadi ketika ia berjalan di dek untuk kedua kalinya, lagi-lagi si pelaut tua sedang berjaga di sana. Kali ini si pelaut sedang memandangi bintang-bintang.
Kebetulan pula bahwa ini pun salah satu hobi professor: astronomi. Ia berpikir,”Ah , sudahlah. Pria tua malang ini mungkin tidak tahu banyak mengenai oceanologi, namun ia pasti tahu mengenai astronomi, di zaman sebelum ada GPS, begitulah cara kita mengarungi lautan tanpa tersesat dengan panduan bintang. Maka ia mendekati pelaut tua itu.”
“Saya minta maaf soal kemarin malam. Anda mungkin tidak banyak tahu mengenai oceanologi, namun berani taruhan Anda pasti tahu mengenai astronomi, yang kebetulan hobi saya juga. Coba lihat rasi bintang Beruang Besar disana!” kata Profesor.
Pelaut itu terkesiap,”Beruang Besar apaan?”
“Itu! Bintang itu… di langit utara sana!” tunjuk professor,” Anda pasti tahu astronomi, itu ‘kan yang memandu arah kapal kita!”
Pelaut bingung,”Saya tidak tahu Anda omong apa. Kapten yang tahu soal beginian, bukan saya.”
“Apa?! lengking Profesor,”Bertahun-tahun di laut, melihat langit di atas, Anda tidak pernah peduli belajar astronomi? Anda menyia nyiakan hidup saja !” Profesor pun melangkah dengan muak.
Pada malam ketiga, koki membuat makan malam yg luar biasa lezat, sehingga membuat suasana hati Professor itu begitu nyaman. Ketika ia pergi ke dek, malam itu begitu indah, udara laut sepoi-sepoi, semerbak, segar, sampai professor membatin,” Ya, sudahlah, aku akan memberinya kesempatan lagi.” Rupanya ia adalah professor di bidang meteorologi.
Ia menyadari bahwa para pelaut mungkin tidak tahu soal ilmu kelautan atau ilmu perbintangan, namun mereka pasti tahu soal cuaca. Sebab cuaca meliputi pola dan tenaga angin yang mendorong kapal, serta mengenai badai yang bisa menenggelamkan kapal, jadi cuaca pasti mutlak dipahami pelaut tua ini.
Ia menghampirinya dan berkata,” Maafkan saya. Sungguh saya minta maaf. Perangai saya jelek sekali dua malam terakhir ini. Saya telah salah menilai Anda. Anda mungkin tak tahu menahu soal oceanologi atau astronomi, tapi saya yakin Anda pasti tahu soal meteorology, mengenai angin, cuaca yang bisa menghancurkan atau mendorong kapal ini ke tujuan.”
“Meteor apa?!” tanya Pelaut.”
“Angin dan badai,” curiga professor.
”saya tidak tahu apa-apa. Saya cuma pelaut biasa,” ujar pelaut dengan lugunya.
Murkalah Professor,”Apaaaa?! Bertahun-tahun di laut! Betapa sia sianya! Kau sia-siakan seluruh hidupmu!” Profesor itu pergi dan bersumpah tak akan pernah bicara dengan orang bodoh itu lagi.
Malam keempat di laut, Profesor itu tidak hadir ke aula perjamuan untuk makan malam karena malam itu samudra mengamuk. Ia mabuk laut, memasukkan apa pun dalam perutnya hanya akan membuatnya muntah, jadi ia istirahat saja di dalam kabinnya.
Malam makin larut, badai makin parah. Ia sampai bisa merasakan kapal makin bergoyang. Ia bisa merasakan gelombang laut menampar kapal dari jendela kabin. Sungguh cuaca malam itu sangat buruk. Ketika badai mencapai puncaknya pada tengah malam. Ia mendengar suara tabrakan, dentuman besar! Ia merasa takut. Setelah bunyi keras itu, sesaat hanya ada keheningan, diikuti suara orang berlarian dan kegaduhan di luar pintu kabinnya. Panik, ia membuka pintu dan coba tebak siapa yang sedang berlari di luar sana?
Si pelaut tua. Si pelaut tua itu berhenti sesaat, berpaling kearah professor dan berkata,”Pak Professor, selama bertahun-tahun Anda hidup, pernahkah Anda belajar berenang?”
” Emm… tidak pernah…” lirih professor.
”Sia sia sekali hidup Anda! Kapal ini akan tenggelam!” seru pelaut.
Demikian pula dalam hidup kita. Hal terpenting untuk diketahui dalam hidup bukanlah mengenai soal elektronika, mobil, atau teknologi, tetapi bagaimana menjaga kepala tetap di atas permukaan air di dalam arus dan gelombang ketidakpastian hidup. Sudahkah kita belajar berenang seandainya kapal kita tenggelam? Ketika kita kehilangan seluruh harta kita, ditinggalkan pasangan, ditinggal mati orang yang sangat kita kasihi? Jika belum, maka kecewa dan duka akan menenggelamkan kita.
Lalu, apa yang dimaksudkan dengan berenang? Mengetahui cara untuk peduli, berbelas kasih, mengetahi apa yang benar-benar penting dalam hidup. Pada saat itulah, kita tidak akan pernah tenggelam.
Memang masih akan terjadi hal-hal yang tidak kita inginkan. Masih akan ada orang yang kita sayangi meninggal, perpisahan, kehilangan, namun kita memiliki welas asih yang luar biasa untuk melepas, kepedulian luar biasa terhadap lingkungan, tidak marah namun memiliki kasih sayang hebat terhadap masa lalu, terhadap masa-masa indah yang dijalani bersama, untuk bisa mengucapkan terima kasih banyak. (BMSPS)