Sepanjang Sejarah Indonesia Telah Diselenggarakan Pemilu Sebanyak 13 Kali, Begini Catatannya

Moh. Habib Asyhad

Penulis

Begitulah, sepanjang sejarah Indonesia telah diselenggarakan pemilu sebanyak 13 kali, termasuk pemilu tahun 2024, semoga bermanfaat.

Intisari-Online.com -Bangsa Indonesia baru saja menyelenggarakan Pemilu 2024.

Hasilnya, berdasarkan rekapitulasi terakhir Komisi Pemilihan Umum (KPU), pemenangnya adalah pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.

Sepanjang sejarah Indonesia telah diselenggarakan pemilu sebanyak 13 kali, termasuk pemilu tahun 2024.

Begini catatannya, seperti dilansir Kompas.ID.

Pemilu 1955

10 tahun sejak proklamasi kemerdekaan, bangsa Indonesia menggelar pemilihan umum untuk pertama kalinya pada 29 September 1955.

Pemilu 1955 bertujuan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota Konstituante (bertugas untuk membentuk undang-undang).

Antusiasme masyarakat untuk berpartisipasi pada pemilu perdana ini terbilang tinggi.

Dari 43,1 juta pemilih terdaftar, sekitar 80 persen pemilih menggunakan hak pilihnya.

Biaya yang dikeluarkan pada Pemilu 1955 mencapai Rp 479.891.729, merupakan biaya itu dianggap mahal untuk ukuran saat itu.

Pemilu 1971

Pemilu pertama yang digelar oleh Orde Baru. Melalui TAP MPRS No. XI Tahun 1966, dinyatakan pemilu digelar selambat-lambatnya pada 5 Juli 1968.

Tapi jadwal pemilu tersebut diubah melalui TAP MPRS No. XLII Tahun 1968, yang menetapkan, pemilu digelar selambat-lambatnya 5 Juli 1971.

Partai politik peserta pemilu 1971 dibatasi hanya 9 partai dan Golkar.

Sembilan partai itu adalah NU, Parmusi, PNI, PSII, Partai Kristen Indonesia (Parkindo), Partai Katolik, Perti, Murba, dan IPKI.

Menjelang Pemilu 1971, juga ada rancangan agar partai-partai besar tidak menang.

Pemilu 1977

Gagasan penyederhanaan sistem kepartaian (baca: jumlah partai politik) sebenarnya bukan hal baru dalam sistem politik Indonesia.

Presiden Soekarno pernah menyatakan ingin agar jumlah parpol di Indonesia hanya sedikit.

Alasannya untuk mengurangi keriuhan politik di parlemen yang membuat jalannya pemerintahan di era itu tak efektif.

Tapi keinginan menyederhanakan jumlah parpol ini tak langsung terwujud.

Pengurangan dari 172 parpol (dan perseorangan) di Pemilu 1955, hingga menjadi 10 kekuatan politik peserta pemilu di Pemilu 1971, masih dinilai belum efektif.

Pemerintah Orde Baru, pada tahun 1973, akhirnya berhasil mendorong fusi sejumlah parpol, hingga hanya tersisa tiga kekuatan politik peserta pemilu, yaitu PPP, Golkar dan PDI.

Pemilu 1982

Pemilu 1982 adalah kontestasi politik ketiga yang digelar di era Orde Baru.

Di Pemilu ini, untuk kedua kalinya, partai-partai politik hasil fusi menjadi peserta pemilu.

PPP, Golkar, dan PDI.

Golkar kembali mempertahankan kemenangannya di Pemilu ini dengan perolehan naik 2,23 persen.

Hal ini juga diikuti dengan perolehan kursi yang berhasil direbut Golkar.

Dari 364 kursi DPR yang diperebutkan, partai berlambang pohon beringin ini berhasil meraih 242 kursi.

Bertambah 10 kursi jika dibandingkan jumlah kursi yang diraihnya pada Pemilu 1977.

Pemilu 1987

Pemilu 1987 menjadi babak baru bagi partai politik di Indonesia.

Untuk pertama kalinya, setiap partai diwajibkan menerapkan asas yang sama, yaitu Pancasila.

Ketentuan ini, tertuang dalam Undang-Undang (UU) Nomor 3 Tahun 1985.

Dalam Pasal 2 ayat 1 UU itu disebutkan, Partai Politik dan Golongan Karya berasaskan Pancasila sebagai satu-satunya asas.

Penerapan asas tunggal ini, juga mengamanahkan keterbukaan bagi partai politik.

Artinya, partai politik menjadi organisasi yang terbuka bagi seluruh lapisan masyarakat, baik dari sisi keanggotaan maupun program.

Pemilu 1992

Pada pemilu ke-6 yang diselenggarakan pada Juni 1992, pemerintah tetap berupaya untuk mengamankan posisinya dalam kekuasaan.

Sikap ini terlihat dari dikeluarkannya peraturan mengenai larangan diadakannya pawai-pawai jalanan untuk menghindarkan kekerasan saat kampanye.

Selain itu, setiap calon anggota DPR diperiksa secara khusus melalui Penelitian Khusus (Litsus).

Munculnya larangan ini tidak lain karena kekuatan pihak oposisi (PPP dan PDI) yang secara perlahan mulai menarik simpati masyarakat.

Ketakutan kaum oligarki kian terlihat jelas saat kekuatan partai-partai oposisi mulai digembosi.

Konflik sosial mulai meletup seiring melemahnya ekonomi dan isu-isu SARA yang memecah bangsa (1993-1997).

Dapat dikatakan, hasil pemilu 1992 menghadirkan benih-benih ancaman bagi oligarki hingga akhirnya runtuh melalui gerakan reformasi 1998 kelak.

Pemilu 1997

Pemilu 1997 menjadi pemilu terakhir sebelum Indonesia memasuki masa reformasi.

Meski pemilu berjalan lancar dengan Golkar menjadi pemenang, namun berbagai aksi kekerasan mengiringi pelaksanaan pemilu.

Desakan perlunya menghadirkan demokratisasi di Indonesia telah disuarakan berbagai pihak sejak beberapa tahun sebelum 1997.

Publik semakin merasa jenuh dengan kuatnya cengkeraman ideologi, birokrasi, bahkan kekuasaan pemerintah.

Demonstrasi terjadi silih berganti menyuarakan dihapuskannya KKN (korupsi, kolusi, nepotisme), slogan yang diarahkan kepada sepak terjang keluarga Presiden Soeharto dan kroni kekuasaannya.

Di sisi regulasi pemilu, begitu banyak peraturan mengenai kampanye pemilu yang sengaja dibuat pemerintah untuk menghambat membesarnya pengaruh partai politik.

Keriuhan pemilu hanya berlangsung sementara.

Indonesia lantas diterpa krisis moneter dan ekonomi dengan setiap saat ada unjuk rasa.

Masa Orde Baru pun akhirnya usai ditandai dengan lengsernya Presiden Soeharto yang telah memimpin pemerintahan selama 32 tahun.

Indonesia kemudian resmi memasuki masa reformasi.

Pemilu 1999

Pemilihan umum 1999 menjadi pintu gerbang bagi Indonesia memasuki era demokrasi setelah 32 tahun lebih berada dalam kekuasaan rezim Orde Baru.

Pemilu yang digelar di era pemerintahan BJ Habibie ini relatif sukses, bahkan dikenal dalam sejarah sebagai pemilu paling demokratis setelah Pemilu 1955.

Pelaksanaan Pemilu 1999 pun disambut gegap gempita publik di mana untuk pertama kali merasakan iklim demokrasi.

Pemilu awal reformasi ini pemilih antusias dengan semangat berpartisipasi menggunakan hak pilih mereka.

Tidak heran jika kemudian peluang membentuk partai politik disambut positif dengan berdirinya puluhan, bahkan sampai ratusan partai lahir, meskipun di tahap verifikasi badan hukum dan kemudian verifikasi faktual sebagai peserta pemilu hanya 48 partai politik yang lolos.

Peluang pendirian partai politik ini juga dimanfaatkan oleh sejumlah entitas kultural.

Pemilu 2004

Pemilihan Umum Tahun 2004 merupakan pemilu ke-9 sepanjang perjalanan demokrasi di Indonesia.

Pada tahun tersebut, untuk pertama kalinya pemilu tidak hanya diselenggarakan untuk memilih anggota DPR.

Pemilu 2004 juga dilaksanakan untuk pemilihan presiden-wakil presiden dan anggota DPD langsung oleh rakyat.

Momen ini menjadi penanda makin terbukanya gerbang demokrasi.

Pemilu 2004 juga menjadi momen penting munculnya parpol baru yang langsung merangsek masuk ke jajaran partai besar.

Dari 24 parpol peserta, sebanyak 16 partai merupakan partai nasionalis, tujuh partai merupakan partai berasaskan ajaran Islam, dan satu partai berasaskan ajaran Kristen/nasionalis.

Enam belas partai lolos ke parlemen.

Pemilu 2009

Pemilu legislatif 2009 diikuti oleh 38 partai politik nasional dan 6 partai lokal di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD).

Pelaksanaan pemilu 2009 dibayang-bayangi persoalan penggelembungan Daftar Pemilih Tetap (DPT).

DPT mencapai 171 juta pada pemilu legislatif dan 176 juta pada pemilu presiden.

Penggelembungan DPT ini terdapat pada banyaknya pemilih rangkap di mana pemilih terdaftar lebih dari satu lokasi.

KPU dan Kemendagri pada masa itu dianggap gagal mengelola sistem administrasi kependudukan yang berimbas pada daftar pemilih pada pemilu.

Pemilu 2014

Pemilu 2014 menjadi tonggak baru dalam kepemimpinan nasional. Kemenangan Joko Widodo sebagai presiden terpilih menjadi awal kepemimpinan sipil yang dipilih secara langsung.

Pilpres yang dilaksanakan pada 9 Juli 2014 ini menjadi pemilihan presiden langsung ketiga di Indonesia.

Undang-undang yang membatasi dua periode pemerintahan.

Dalam pemilu 2014, tidak ada satu pun partai yang dapat mengusung capresnya sendiri tanpa berkoalisi dengan partai lain.

Akibatnya, persaingan di pilpres 2014 menghasilkan polarisasi dua blok politik karena hanya ada dua pasang kandidat.

Pemilu 2019

Pemilu 2019 adalah pemilu serentak pertama di Indonesia, yang merupakan pemilu kelima yang dilaksanakan pada era transisi demokrasi, sekaligus pengalaman pertama bagi bangsa Indonesia melaksanakan pemilu legislatif bersamaan dengan pemilu presiden-wakil presiden.

Kondisi politik, hukum, ekonomi, sosial budaya dan keamanan yang relatif baik dan stabil mendukung pelaksanaan pemilu yang demokratis.

Pemilu 2024

Pemilu 2024 baru saja berlangsung pada 14 Februari 2024 lalu.

Begitulah, sepanjangsejarah Indonesia telah diselenggarakan pemilu sebanyak 13 kali, termasuk pemilu tahun 2024, semoga bermanfaat.

Artikel Terkait