Find Us On Social Media :

Warisan Kakek

By K. Tatik Wardayati, Sabtu, 6 Februari 2016 | 19:00 WIB

Warisan Kakek

Intisari-Online.com – Ada hal yang langsung terbayang saat ia memandang ke dalam peti itu. Wajah kakeknya, lengkap dengan kacamata baca model kuno dan gigi palsunya. Setiap kali Kakek berbicara, gigi palsunya suka melorot. Mulanya membuat para cucu terkejut bercampur ngeri. Tapi lama-lama jadi kelihatan lucu. Kakek juga supergalak, kadang mengerikan.

Di atas tulang-belulang itu tampak kacamata yang kacanya tinggal sebelah dan … perangkat gigi palsunya yang masih utuh. Lengkap, atas dan bawah.

“Tak kusangka aku berkesempatan memandangmu setelah menjadi tulang-belulang, Kek,” ujarnya dalam hati. Betapa pun galaknya Kakek dahulu, sekarang ia mengucapkannya dengan rasa sayang dan kerinduan seorang cucu.

Kakek yang tak pernah lupa menagih laporan rapor sertiap kwartal kepada para cucu. Kakek yang hafal semua kisah pewayangan dan tiap hari menyimak siaran wayang di radio sampai terkantuk-kantuk. Kisah-kisah sastra klasik Cina dibacanya dalam huruf aslinya. Gemetar Parkinson pada tangannya tak mengalanginya menuliskan nama-nama cucu dalam karakter Cina, berikut maknanya. Nama-nama itu telah disusun jauh sebelum seorang cucu pun lahir. Karena nama baginya adalah doa. Misalkan, semua nama cucu perempuan mengandung karakter yang berarti “terhubung”. “Supaya kalian akur sebagai saudara,” katanya.

Kakek meninggal hampir 40 tahun lalu. Hari itu tulang-belulang dia dan nenek, kakek buyut dan nenek buyut, dikremasikan dan dilarung.

Yang ragawi telah mati, tapi yang rohani tinggal abadi. Juga nilai-nilai, seperti kasih kepada keluarga, bakti kepada orangtua, cinta kepada nusa bangsa, dan iman kepada Tuhan, yang dihayatinya sampai kini.

Warisan Kakek ternyata bukan hanya kenangan akan gigi palsu dan kegalakannya. (Lily Wibisono – Intisari November 2015)