Find Us On Social Media :

Hendriyadi Bahtiar; dari Relawan untuk Kemajuan Indonesia (1)

By K. Tatik Wardayati, Jumat, 4 Maret 2016 | 18:20 WIB

Hendriyadi Bahtiar; dari Relawan untuk Kemajuan Indonesia (1)

Intisari-Online.com – Siapa saja dan apa saja yang dilakukannya bisa menginspirasi orang lain atau sebagai cermin bagi orang lain. Tulisan inspirati Hendriyadi Bahtiar; dari Relawan untuk Kemajuan Indonesia ini pernah dimuat di Majalah Intisari edisi Oktober 2015, yang ditulis oleh Gita Laras Widyaningrum.

--

Orang bijak pernah berkata, hidup itu penuh pilihan. Hendriyadi Bahtiar, 26, memilih menjadi seorang relawan untuk menjalani hidupnya. Pekerjaannya di salah satu bank swasta internasional rela ia tinggalkan demi fokus membangun komunitas sosial peduli pendidikan anak-anak pesisir bernama Sahabat Pulau. Hendriyadi ingin memperbaiki pendidikan di Indonesia, memberi kesempatan pada anak-anak muda serta mengedukasi ibu-ibu di desa melalui bisnis sosial.

Dalam setiap kesempatan, Hendriyadi Bahtiar selalu memperkenalkan tagline “born to be volunteer”untuk menggambarkan dirinya. Mulai dari biodata singkatnya di dokumen tertulis, deskripsi di blognya, hingga pesan status di media sosialnya. Baginya, setiap orang harus terlahir sebagai seorang relawan karena dampaknya ke lingkungan sekitar amat besar. “Saya ingin semangat volunterism tertanam di teman-teman lainnya,” tutur pria yang biasa dipanggil Hendri ini.

Menurut pria kelahiran 12 April 1989 ini, menjadi relawan bukan sesuatu yang sulit dilakukan karena membantu orang lain merupakan kewajiban setiap manusia. Lagipula, semangat relawan itu sendiri  sudah ada di Indonesia sedari dulu melalui semangat gotong royongnya.

Pemikiran tersebut lahir ketika Hendri mengikuti program Canada World Youth, yakni pertukaran pelajar yang diselenggarakan Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) bekerja sama dengan salah satu LSM di Kanada.

Pada kesempatan itu, pria asal Bulukumba, Sulawesi Selatan, ini harus menetap di Kanada selama tiga bulan. Setiap hari Senin-Jumat, Hendri wajib memberikan pelayanan masyarakat. Beberapa temannya membantu para orangtua di panti jompo dan panti asuhan, namun ia sendiri mendapat tugas untuk membantu mengembangkan organic farm. Pria lulusan Universitas Trisakti ini terjun langsung untuk mencangkul, menanam, dan memanen di sawah warga.

Melalui kegiatan tersebut, Hendri menyadari bahwa kebahagiaan itu sederhana. Senyum tulus dan ucapan terima kasih mereka memberikan kepuasan tersendiri bagi Hendri. Hal yang sama juga dirasakannya ketika menjadi relawan selama tiga bulan di Cikandang, Garut. Melihat adik-adik di desa tersebut akhirnya ada yang semangat melanjutkan sekolah bahkan ke universitas membuat hatinya senang. Padahal, sebelumnya mereka setelah lulus Sd atau SMP langsung menikah.

Seperti ketagihan, Hendri pun mendaftar sebagai relawan lagi di program Kapal Pemuda Nusantara 2010. Selama sebulan, ia mengelilingi Indonesia mulai dari pulau Banda hingga Wakatobi. Pengalaman menjadi relawan itu membuka mata Hendri lagi: apa yang terjadi di Garut ternyata juga terjadi di beberapa daerah di Indonesia. Banyak anak yang putus sekolah dan pendidikan di daerah tersebut jauh dari kata ideal.

Pasca pelayaran, muncul pergolakan batin di hati anak sulung dari keenam bersaudara ini. “Saya bertanya-tanya apa yang harus saya lakukan di hidup ini untuk membantu mereka,” kata Hendri. Pengalamannya menjadi relawan sedari kecil, pertukaran pelajar dan organisasi kepemudaan yang selama ini diikutinya seolah meminta Hendri untuk segera bertindak. Berbuat sesuatu untuk memajukan pendidikan di Indonesia. Akhirnya, awal 2011, Hendri mendirikan komunitas Sahabat Pulau.

Dari relawan untuk anak-anak pesisir

Di Wakatobi, hati Hendri tersentuh ketika melihat banyak anak-anak yang belum bisa membaca padahal sudah kelas 5 SD. Berdasarkan pengalaman itu, ia ingin membangun komunitas sosial yang fokusnya membantu anak-anak di pesisir Indonesia. Menurut Hendri, masalah utama mereka adalah akses informasi.