Penulis
Intisari-Online.com – Suatu sore, seorang pria kaya sedang menunggu kereta di sebuah stasiun. Seorang anak miskin dengan pakaian compang-camping mendekatinya dan meminta uang.
Anak kecil itu mengatakan bahwa ia sangat lapar dan tidak mendapatkan apapun untuk makan pada hari itu. Melihat keadaan anak itu yang menyedihkan, pria itu membeli sebungkus makan siang dari sebuah warung makan dan memberikannya kepada anak itu. Anak itu mengucapkan terima kasih dan duduk di kursi. Ia membuka bungkusan nasi dan mulai makan terburu-buru. Pria itu yakin bahwa anak itu benar-benar lapar dan ia membali halaman dari buku yang sedang dibacanya.
Tiba-tiba, pria itu melihat anak kecil itu berhenti makan dan mengemas kembali sisa makanan dengan terburu-buru. Pria itu berpikir bahwa anak itu sedang bersiap-siap untuk membuang sisa makanan ke tempat sampah. Ia bangkit dari tempat duduknya dan sambil marah bertanya kepada anak kecil itu mengapa makanannya tidak dihabiskan.
Anak kecil itu menangis. Ia mengatakan kepada pria itu bahwa ia hanya ingat adiknya yang tidak makan pada hari itu. Dalam kelelahan, ia mulai makan melupakan nasibnya dan menyesal saat itu. Ia berlari dengan bungkusan makanan itu ke rumahnya untuk berbagi makanan dengan adiknya yang lapar.
Ibu Teresa pernah membagikan pengalamannya yang tak terlupakan di sebuah keluarga miskin di Calcutta. Suatu hari ia menemui sebuah keluarga yang miskin dengan beberapa anak yang kelaparan selama beberapa hari. Ia membawakan sekantong beras untuk keluarga itu. Ibu dari keluarga itu menerima kantong beras yang diberikan oleh Ibu Teresa. Tetapi kemudian wanita kelaparan itu membagi beras dalam dua buah kantong dan membawa pergi keluar sebuah kantong.
Ketika ia kembali, Ibu Teresa bertanya ke mana wanita itu pergi. Wanita itu menjawab bahwa ia pergi memberikan setengah bagian dari beras untuk tetangganya yang dalam keadaan sama dengan mereka, miskin dan kelaparan. Ibu Teresa sangat tersentuh oleh cinta dan kasih sayang dari wanita miskin itu yang membagi sedikit dengan tetangganya yang kelaparan. Ia senang melihat mereka menikmati sukacita berbagi.
Kita harus menampilkan tiga kualitas utama, yaitu berani, peduli, dan berbagi. Kita harus memiliki keberanian untuk mempraktikkan apa yang kit aberitakan, dan harus menunjukkan perhatian serta kebaikan satu sama lain, terutama kepada yang lemah, orang sakit, dan miskin. Kita harus siap untuk berbagi harta milik kita dengan mereka yang lebih membutuhkan.
Sir Winston Churchill mengatakan, “Kita membuat hidup dengan apa yang kita dapatkan, tetapi kita membuat kehidupan dengan apa yang kita berikan.”
Cinta adalah bahasa yang bisa didengar oleh orang tuli, dilihat oleh orang buta, dan dirasakan oleh yang baru lahir dan keterbelakangan mental. Kita mungkin memberi tanpa mencintai, tapi kita tidak bisa mencintai tanpa memberi. Cinta itu memberikan semua yang kita bisa. Cinta itu seperti senyum, tidak memiliki nilai apapun kecuali diberikan.