Penulis
Intisari-Online.com – Namanya dikenal masyarakat sebagai model dan harpis, namun Mesty Ariotedjo menolak jika kedua hal itu disebut sebagai profesinya. Dua pekerjaan itu menurutnya hanyalah sekadar penyaluran hobi. Dia lebih merasa senang disebut dokter. Mesty Ariotedjo, dokter muda multitalenta ini pernah ditulis dalam rubrik Inspiratif Majalah Intisari edisi Mei 2015, yang ditulis oleh Gita Laras Widyaningrum. Semoga menginspirasi.
--
Suatu hari, rumah sakit tempatnya bekerja ingin menyebarkan informasi mengenai penyakit Osteogenesis Imperfecta yang belum banyak dikenal oleh masyarakat. Dia kemudian memanfaatkan koneksinya dengan media yang pernah mengeksposnya sebagai model dan harpis.
Hasilnya, banyak pasien pengidap Osteogenesis Imperfecta yang akhirnya terdiagnosis. Dalam tiga bulan, jumlahnya meningkat menjadi 100 penderita dari semula hanya 35 orang. Padahal, para pasien tadinya belum tahu karena tidak mendapat informasi yang cukup. “Saya belum tentu bisa kenal media kalau saya tidak menjadi harpis dan model,” kata ambasador salah satu produk kecantikan ini.
Kini semakin dirinya dikenal masyarakat, Mesty mengaku semakin banyak mendapat tawaran kerja yang menggiurkan. Dia pun belajar untuk berani menolak kegiatan yang berada di luar prioritasnya. “Semakin ke sini, saya sadar harus mempersempit cakupan saya agar lebih memahami ke dalamnya. Bukan bisa semua tapi hanya permukaannya saja,” tutur wanita yang tengah mendalami ilmu kesehatan anak.
Segudang aktivitas juga menuntut Mesty pintar membagi waktu. Meski begitu, bagi penggemar tokoh Matilda ini, yang terpenting adalah fokus terhadap sesuatu yang sedang kita jalani. Dan ke depannya, Mesty semakin mantap melangkah untuk menjadi dokter yang siap melayani masyarakat.
Kekuatan Impian Masa Kecil
Mesty sangat percaya pada kekuatan impian. Segala yang dicapainya sekarang, bisa dibilang berawal dari impian-impian semasa kecil. Kelas 4 SD, sekolahnya didatangi Twilite Orchestra yang ingin memperkenalkan musik klasik. Mesty kecil terkesima. Sejak saat itu, salah satu cita-citanya adalah tampil bersama Twilite Orchestra. Dan impian itu tercapai saat ia kuliah. Mesty berhasil berkolaborasi bersama Twilite Orchestra di Eric &Ananda Classical Eve.
Kepercayaannya terhadap kekuatan mimpi menginspirasi Mesty menciptakan lagu “Lukis Indah Mimpi”. Lewat lagu itu Mesty ingin mengajak anak-anak Indonesia untuk berani bermimpi. “Impian seseorang saat kecil sangat mempengaruhi ketika dewasa,” tutur dia. Impian membuat kita tahu arah langkah kita. Hidup pun tidak terbuang sia-sia.
Mesty sangat bersyukur atas impian-impiannya yang sudah terwujud. Menjadi dokter, menjadi lulusan terbaik saat kuliah, mandiri di usia muda, adalah beberapa contohnya. “Sebenarnya ada mimpi saya yang lebih tinggi dan konkret, tapi saya cenderung tidak membicarakan mimpi saya. Doa dalam hati saja agar bisa mewujudkannya,” ucap wanita keturunan Jawa ini tentang impiannya yang belum tercapai.
Musik untuk Kaum Papa
Bakatnya di bidang musik, mengantarkan Mesty menjadi Duta Yayasan Musik Sastra Indonesia sejak 2010. Tak mau menjadi duta yang hanya bisa ngomong saja, Mesty menyarankan untuk membuat satu program yang nyata. Penerima penghargaan Inspiring Young Leaders 2014 ini mendirikan sekolah musik gratis bagi anak-anak yang kurang mampu bernama Children in Harmony.
Mesty bercerita, berdasarkan pengalamannya, musik banyak memberi kontribusi positif dalam hidup. Musik mengajarkannya untuk disiplin karena harus latihan terus-menerus. Musik juga membantu koordinasi antara pikiran, hati dan gerakan anggota tubuh. Beberapa penelitian ilmiah juga mengatakan, anak yang bermain musik stabilitas emosional dan kognitifnya lebih baik. “Tujuannya membawa kemajuan untuk anak-anak, bukan ingin menciptakan pemain musik profesional,” ujar Mesty.
Di sekolah yang berlokasi di Fatmawati kawasan Jakarta Selatan ini, Mesty berperan sebagai founder dan kepala sekolah. Semua kegiatan dan kurikulum yang ada di Children Harmony ia yang mengatur. Sudah ada 60 siswa di sekolah gratis ini. Pada Juni 2014 lalu, Children in Harmony berhasil menyelenggarakan konser amal yang hasilnya digunakan untuk membantu sekolah di Ruteng.
Banyak yang bertanya mengapa Mesty masih ingin membantu warga Ruteng meskipun sudah tak lagi tinggal di sana. “Menurut saya, setiap orang harus membantu apa yang mereka bisabantu. Jangan dipikirkan besar atau kecil dampaknya. Lakukan saja,” tutur Mesty. Ia sangat berpegang teguh pada kutipan Mother Theresa: “If you cannot feed everyone, feed just one” .