Kondisi Ekonomi Kerajaan Aceh, Kekayaan Meilmpah Berkat Lada Putih

Ade S

Penulis

Masjid Raya Baiturrahman di Banda Aceh dibangun pada masa kepemimpinan Sultan Iskandar Muda Kerajaan Aceh. Jelajahi kondisi ekonomi Kerajaan Aceh yang makmur, diperkaya oleh perdagangan lada putih yang berlimpah.

Intisari-Online.com -Dalam lipatan sejarah, tersembunyi kisah kekayaan sebuah kerajaan.

Di ujung Sumatra, Kerajaan Aceh berdiri dengan kemegahan yang tak terbantahkan.

Kondisi ekonomi Kerajaan Aceh mencerminkan keberhasilan dan kebijaksanaan dalam memanfaatkan sumber daya alamnya.

Kekuatan ekonomi ini membentuk fondasi bagi kejayaan dan kestabilan politik.

Kekayaan yang melimpah ini juga mempengaruhi budaya dan sosial masyarakat Aceh.

Berdirinya Kerajaan Aceh

Aceh awalnya merupakan wilayah bawahan Kerajaan Pedir. Namun, ketika Malaka direbut oleh Portugis, banyak pedagang yang biasanya berlabuh di Malaka beralih ke pelabuhan-pelabuhan di Aceh.

Hal ini memicu perkembangan pesat Aceh yang kemudian melepaskan diri dari Kerajaan Pedir dan mendirikan kerajaan sendiri pada awal abad ke-16.

Sultan yang pertama dan sekaligus pendiri Kerajaan Aceh adalah Sultan Ali Mughayat Syah (1514-1528).

Banda Aceh menjadi ibu kota Kerajaan Aceh yang menjadi pusat kegiatan politik, ilmu pengetahuan dan bandar transit di Asia Tenggara.

Baca Juga: Kondisi Sosial, Politik, dan Budaya Kerajaan Aceh, Terlengkap!

Kondisi Ekonomi

Aceh menjadi lebih makmur setelah Sultan Ibrahim berhasil menguasai Pedir, daerah penghasil lada putih.

Dengan kekayaan yang berlimpah, Aceh dapat membentuk angkatan bersenjata yang tangguh.

Masa keemasan Kerajaan Aceh terjadi pada zaman Sultan Iskandar Muda.

Ia mendapatkan lada dan emas dari daerah-daerah yang ditaklukkannya, sehingga Aceh menjadi pusat perdagangan komoditas lada dan emas.

Kondisi Politik

Bentuk pemerintahan Aceh terdiri dari pemerintahan sipil dan pemerintahan berdasarkan agama. Berikut adalah penjelasannya:

* Pemerintahan sipil

Kekuasaan sipil dipegang oleh golongan bangsawan. Satu kampung (gampong) dikepalai oleh seorang uleebalang (hulubalang).

Beberapa gampong membentuk satu sagi yang dikepalai oleh panglima sagi.

Panglima sagi memiliki wewenang atas wilayahnya dan berhak memilih sultan. Golongan bangsawan yang memegang kekuasaan sipil disebut teuku.

Baca Juga: Inilah Faktor-faktor Kemunduran Kerajaan Aceh, Ada Peran Rusia?

* Pemerintahan atas dasar agama

Pemerintahan berdasarkan agama dijalankan dengan menggabungkan beberapa gampong dengan sebuah masjid yang dinamakan mukim.

Pemimpin setiap mukim disebut imam. Kaum ulama yang memiliki wewenang dalam bidang keagamaan disebut teungku.

Kondisi Sosial

Aceh memiliki letak yang strategis yang memungkinkan perdagangan berkembang pesat.

Kebudayaan masyarakat semakin maju karena sering berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain.

Pada masa ini, ahli tasawuf terkenal Hamzah Fansyuri dan muridnya Syamsudin as Sumatrani muncul di Aceh.

Hukum adat di Aceh disusun berdasarkan ajaran Islam yang disebut Hukum Adat Makuta Alam. Menurut Hukum Adat Makuta Alam, pengangkatan sultan harus dilakukan dengan musyawarah hukum adat.

Saat sultan dinobatkan, ia berdiri di atas tabal, ulama yang memegang Al Qur'an berdiri di sebelah kanannya, sedangkan perdana menteri yang memegang pedang berdiri di sebelah kirinya.

Di Aceh, biasanya pangkat sultan diwariskan kepada anaknya. Sultan dipilih oleh rakyat dengan persetujuan ulama dan orang-orang cerdik pandai.

Jika sultan meninggal dunia sebelum ada pengganti yang ditunjuk, maka yang menjadi wakil raja adalah Panglima Sagi XXII Mukim.

Tugasnya adalah menjalankan pemerintahan dan menerima hasil dari Aceh sendiri dan daerah-daerah yang ditaklukkan.

Jika sudah ada calon sultan yang layak, maka kekuasaan akan berpindah kepada yang berhak.

Dalam menjalankan kekuasaan, sultan mendapat pengawasan dari alim ulama, kadi dan Dewan Kehakiman.

Mereka bertugas memberi nasihat dan teguran kepada sultan jika ada pelanggaran adat dan syara'.

Sultan Iskandar Muda menumbuhkan jiwa keagamaan pada masyarakat Aceh, yaitu jiwa merdeka, semangat membangun, persatuan dan kesatuan, serta semangat berjuang melawan penjajahan yang tinggi.

Sehingga Aceh mendapat julukan Serambi Mekah karena bangsa-bangsa barat tidak bisa menaklukkan Aceh.

Kondisi ekonomi Kerajaan Aceh yang gemilang telah menorehkan tinta emas dalam sejarah.

Kekayaan lada putihnya akan selalu menjadi simbol dari masa keemasan yang pernah diraih.

Baca Juga: Penjelasan Faktor-faktor yang Mengakibatkan Runtuhnya Kerajaan Aceh

Artikel Terkait