Keberadaannya Diselimuti Mitos, Inilah Sumber-sumber Sejarah Kerajaan Kalingga

Moh. Habib Asyhad

Penulis

Sumber sejarah kerajaan Kalingga.

Intisari-Online.com -Kerajaan Kalingga dianggap sebagai salah satu kerajaan tertua yang ada di Nusantara, khususnya Jawa.

Meskipun begitu, sumber-sumber terkait kerajaan ini terbilang langka, bahkan terselimuti mitos.

Artikel ini akan membahas tentang sumber-sumber sejarah Kerajaan Kalingga.

Kerajaan Kalingga merupakan kerajaan dari masa Hindu-Buddha yang berdiri di kawasan pantai utara Jawa Tengah.

Kerajaan ini mencapai puncak kejayaannya pada masa pemerintahan Ratu Shima.

Ratu Shima merupakan raja terkenal Kerajaan Kalingga yang berkuasa antara tahun 674-695.

Nama Ratu Shima paling banyak disebut dalam sumber-sumber sejarah Kerajaan Kalingga.

Catatan Dinasti Tang

Keadaan pada masa Kerajaan Kalingga digambarkan dalam berita-berita China, khususnya dari periode Dinasti Tang (618-906).

Dalam berita-berita China, Kerajaan Kalingga disebut sebagai Holing (Ho-ling).

Sejak tahun 640, catatan-catatan China banyak mengungkap hal menarik terkait Holing, mulai dari cara makan penduduknya, hingga keberadaan perempuan berbisa.

Ho-ling yang disebut juga She-p'o, terletak di laut selatan.

Di sebelah timurnya terdapat P'o-li (Bali) dan di sebelah baratnya terletak To-p'o-teng (Semenanjung Melayu/Sumatera).

Disebutkan bahwa tembok kota dibuat dari tonggak-tonggak kayu.

Raja tinggal di sebuah bangunan besar bertingkat, beratap daun palem, dan ia duduk di atas bangku yang terbuat dari gading.

Dari catatan Dinasti Tang diketahui bahwa penduduk Holing makan dengan tangan saja, tanpa menggunakan sendok atau sumpit.

Penduduknya sudah mengenal tulisan, tetapi hanya sedikit tahu tentang ilmu perbintangan.

Salah satu hal menarik sekaligus mengundang pertanyaan para sejarawan adalah keberadaan perempuan berbisa.

Di Ho-ling banyak perempuan berbisa, apabila orang mengadakan hubungan kelamin dengan perempuan-perempuan itu, ia akan luka-luka bernanah dan akan mati, tetapi mayatnya tidak membusuk.

Sebagian sejarawan mengartikan catatan tersebut sebagai indikasi adanya praktik prostitusi di wilayah Kerajaan Kalingga dan pekerja seks komersial (PSK) yang telah terjangkit penyakit menular seksual.

Selain itu, disebutkan bahwa Kerajaan Holing amat makmur, dengan hasil alam berupa emas, perak, cula badak, gading, kulit penyu, serta ada daerah penghasil air garam.

Penduduknya juga bisa membuat minuman keras dari bunga kelapa (bunga aren) yang rasanya amat manis, tetapi orang sangat cepat mabuk dibuatnya.

Pada masa raja Ho-ling yang disebut Chen-kuan (627-649), kerajaan ini mengirim upeti ke kaisar China.

Utusan dari Ho-ling datang lagi pada tahun 666, 767, dan 768.

Ratu Shima memegang tampuk kekuasaan Kerajaan Kalingga pada tahun 674 hingga 695.

Dalam catatan Dinasti Tang disebut bahwa pada tahun 674, rakyat kerajaan menobatkan seorang perempuan sebagai ratu, yaitu Ratu Hsi-mo (Ratu Shima).

Bagaimana Ratu Shima menjalankan pemerintahan di kerajaannya menurut tercatat cukup lengkap dalam kronik Dinasti Tang.

Pemerintahan Ratu Shima meskipun keras tetapi sangat adil.

Bahkan barang yang jatuh di jalan tidak ada yang berani menyentuh.

Bukti sejarah dari kekaisaran China bahwa pada masa Dinasti Tang terdapat kelompok Ta-shih yang akan menyerang kerajaan Ratu Shima, tetapi tidak jadi.

Ta-shih adalah sebutan untuk orang Arab dalam catatan-catatan China.

Pada masa pemerintahan Ratu Shima, telah ada pendeta agama Buddha yang masyhur bernama Yoh-na-p'o-to-lo atau Jnanabhadra.

Dia membantu seorang pendeta China, Hwi-ning (664-666), dalam menerjemahkan kitab suci agama Buddha dari Bahasa Sanskerta ke dalam Bahasa China.

Catatan I-Tsing

I-Tsing adalah biksu dari China yang dikenal sebagai seorang penjelajah dan penerjemah teks agama Buddha.

Catatan perjalanannya pada abad ke-7 merupakan sumber penting bagi sejarah kerajaan abad pertengahan di sepanjang jalur laut antara China dan India.

I-Tsing pernah tinggal di Nusantara, khususnya di Sriwijaya, dalam pelayarannya dari China ke India untuk memperdalam ajaran Buddha.

Dari keterangan I-Tsing, diketahui bahwa di pulau-pulau di Laut Selatan, termasuk di Holing, hampir semua penduduknya menganut agama Buddha Hinayana.

Terutama dari aliran Mulasarwastiwada.

Menurutnya, Kerajaan Holing atau Kalingga di Jawa dapat ditempuh empat hari perjalanan melalui laut dari Sriwijaya.

Kisah lokal

Cerita mengenai Ratu Shima juga abadi dalam kisah lokal masyarakat Jawa Tengah bagian utara.

Diceritakan bahwa Ratu Shima mendidik siapa saja agar selalu berlaku jujur dan menindak keras kejahatan pencurian.

Pemotongan tangan adalah hukuman bagi siapa saja yang mencuri.

Carita Parahyangan

Melansir keling.jepara.go.id, kitab Carita Parahyangan memberikan keterangan bahwa cucu Ratu Shima yang bernama Sanaha menikah dengan Bratasena, raja ketiga dari Kerajaan Galuh.

Bratasena dan Sanaha kemudian menikah dan memiliki seorang putra bernama Sanjaya atau Harisdharma.

Sanjaya kemudian mendirikan kerajaan, yang nantinya disebut Kerajaan Mataram Kuno.

Prasasti dari masa Kalingga

Di sekitar Jawa Tengah, ditemukan prasasti-prasasti yang diduga sebagai peninggalan Kerajaan Kalingga.

Prasasti-prasasti yang dimaksud adalah Prasasti Rahtawun, Prasasti Tuk Mas, dan Prasasti Sojomerto.

Prasasti-prasasti tersebut tidak memuat angka tahun pembuatannya, tetapi berdasarkan bentuk aksaranya diperkirakan dari periode Kerajaan Kalingga.

Prasasti Sojomerto misalnya, menyebutkan tokoh bernama Dapunta Syailendra, yang memiliki ayah bernama Santanu, ibu bernama Badrawati, dan istri bernama Sampula.

Menurut pendapat Boechari, Kepala Lembaga Arkeologi FSUI, Dapunta Syailendra adalah cikal bakal raja-raja keturunan Wangsa Syailendra, yang nantinya berkuasa di Kerajaan Mataram Kuno.

Hal ini mungkin berkaitan dengan pendiri Kerajaan Kalingga, yang diduga merupakan nenek moyang Wangsa Syailendra.

Artikel ini akan membahas tentang sumber-sumber sejarah Kerajaan Kalingga, yang lokasinya hingga sekarang masih jadi perdebatan.

Artikel Terkait