Find Us On Social Media :

Gurihnya Sate 'Klathak' Berjeruji

By Rusman Nurjaman, Senin, 1 April 2013 | 19:00 WIB

Gurihnya Sate 'Klathak' Berjeruji

Intisari-Online.com - Jam menunjuk pukul 20.00. Pasar Jejeran di Pleret, Bantul, tak menampakkan aktivitas. Tapi di sana masih terdengar orang bercakap-cakap di bawah nyala lampu temaram. Sebagian dari mereka menyantap sate. Makan sate.malam-malam di pasar? Begitulah yang mereka lakukan di atas hamparan tikar yang diletakkan di lantai los pasar.

Yang  mereka santap bukan sate biasa tapi sate klathak, makanan khas daerah Pleret. Sate klathak berbeda dengan sate kebanyakan. Dagingnya memang daging kambing, tapi bukan sembarang kambing, melainkan kambing muda. Bumbunya juga bukan bumbu kacang atau kecap, tapi kuah gule. Sate klathak tampil lebih “sepi”. Warnanya putih pucat dengan sedikit bercak warna hitam dan cokelat.

Selain itu, sate klathak juga punya ciri khas, yang barangkali satu-satunya di Indonesia. Yaitu, bahan tusuk sate yang digunakan bukan dari bambu atau lidi tapi jeruji sepeda. Ya, jari-jari sepeda. Namun jangan Anda bayangkan jeruji yang dipakai berasal dari jeruji sepeda yang karat. Bukan! Jeruji yang dipakai adalah jeruji baru yang sengaja dibeli dari toko untuk dipakai sebagai tusuk sate. Unik, ‘kan?

Setelah ditusuk jeruji, daging dipangang di atas anglo, menggunakan arang. Seperti sate pada umumnya, daging dibolak-balik di atas bara. Bumbu untuk daging hanya garam dan bawang putih. Setelah matang, sate ini tidak diberi bumbu kecap atau kacang, tapi kuah gule. Ya pasangan sate klathak ini memang gule. Asin ketemu gurih.

Rasakan dagingnya yang empuk. Sementara bumbu garam dan bawang putihnya terasa merasuk ke dalam daging. Kalau rasanya terlalu asin, tinggal ditambah kecap manis saja, beres. Dijamin, dalam tempo sepuluh menit, sate dua tusuk (isi 12-16 potong) akan ludes dari piring.

Harga seporsi sate klathak tidak terlalu mahal. Seporsi sate klathak (dua tusuk), sepiring nasi, sepiring kecil kuah gule, dan tongseng cukup Rp 20.000,- saja.

Sate klathak dirintis oleh Mbah Ambyah pada tahun 1950-an. Sekarang usaha warung ini dilanjutkan oleh penerusnya, Yabith bin Hamzah. Menurut masyarakat Yogya dan sekitarnya, dalam bahasa setempat, klathak adalah biji melinjo yang digoreng sangan (menggunakan pasir dan belanga, bukan dengan wajan dan minyak goreng). Toh sulit mencari hubungan klathak yang sebenarnya dengan sate klathak yang dijual Mbah Ambyah.

Sebetulnya di luar Pasar Jejeran juga ada banyak warung sate yang juga memakai nama sate klathak. Tapi tentu saja yang paling maknyuss adalah sate klathak yang di dalam pasar. (Wisata Jajan Yogyakarta, Intisari).

Sate Klathak Jln. Imogiri (di dalam Pasar Jejeran), Pleret, Bantul, Yogyakarta. Buka tiap hari pukul 17.30-02.00

View Sate Klathak in a larger map