Penulis
Intisari-Online.com -Sebuah pertanyaan bernada provokatif dilontarkan oleh Michael J. Gibbon, pengelola Universita del Caffe, Jakarta, “Ketika ada dua cangkir latte, yang satu disajikan seperti latte pada umumnya, yang satu lagi tersaji dengan tampilan cantik, maka mana yang akan Anda pilih?”
Kegelisahan itu menjadi salah satu alasan kenapa latte art akhirnya muncul. Latte art atau seni melukis di atas secangkir latte pertama kali dipopulerkan oleh Jack Kelly dari Uptown Ekspresso pada 1986. Teknik Jack lantas disempurnakan oleh sejawat senegaranya, Lisa Parson. Keduanya terkenal dengan gambar hati.
Dalam secangkir latte art, tidak melulu persoalan rasa yang ditawarkan. Lebih dari itu, penikmat akan diajak untuk bersama-sama menikmati tiap asiran aneka pola yang digambar oleh seorang barista. “Tentu saja ini bukan sekadar rasa, buka sekadar tekstur kopi, menyajikan secangkir kopi juga harus memperhatikan tampilan visual. Selain nikmat, ini adalah sebuah upaya untuk menarik perhatian para penikmat kopi,” ujar Gibbons mantap.
Arief Budiman, tangan kanan Gibbons cum barista di Universita del Caffe, menegaskan bahwa selain karena meminum kopi—dalam kadar yang pas—cukup baik untuk meningkatkan semangat pagi, aneka gambar yang terserak di atas busa latte akan semakin menambah semangat itu meningkat berlipat-lipat. Selain pemilihan suasana yang cocok, meminum secangkir latte art enaknya disandingi dengan pelbagai jejanan manis-lagit. Misalnya keluarga besar cake; banana cake, chocolate cake, cheese cake, dan lain sebagainya.
Dan ini yang paling termutakhir, seiring dengan berkembangnya arus teknologi, berubah pula cara orang menikmati secangkir latte art. Mula-mula latte itu akan dipandang lekat-lekat, dikeluarkannya sebuah telepon pintar keluaran terbaru, dipotret lantas disebar ke jajaring sosial asuhannya. Baru kemudian disantap. “Jika tidak percaya, datanglah ke kedai-kedai kopi yang menyediakan secangkir latte!” pungkas Arief.