Find Us On Social Media :

Oleh-oleh Khas Yogya Bernama Kipo

By Agus Surono, Rabu, 14 Mei 2014 | 12:30 WIB

Oleh-oleh Khas Yogya Bernama Kipo

Intisari-Online.com - Yogya bukan hanya kaya akan peninggalan budaya, tapi juga kaya jajanan tradisional, salah satunya kipo (dengan pengucapan seperti wingko). Meski makanan kampung nan sederhana, kipo benar-benar khas Yogya. Tak heran, jajanan iniberkali-kali mewakili Yogyakarta dalam festival jajanan tradisional tingkat nasional.

Bahan pembuatnya sama dengan klepon tapi bentuk dan proses pembuatannya berbeda. Seperti klepon, kipo punya bagian isidan kulit. Bagian isi biasa disebut sebagai enten-enten (dengan nengucapan "e" seperti pada semen). Terbuat dari adonan kelapa parut dan gula jawa (gula kelapa), kelapa yang dipakai hanya yang muda.

"Soalnya, kelapa tua rasanya kurang enak," kata Istri, pemilik toko Kipo Bu Djito, kipo yang terkenal di Kotagede. Gula yang dipakai biasanya gula yang warnanya cerah. Ini bukan perkara rasa tapi hanya masalah tampilan. Gula yang warnanya cerah menghasilkan enten-enten yang warnanya juga cerah, segar.

Beberapa jumput enten-enten dibungkus dengan lapisan kulit yang terbuat dari adonan basah tepung ketan dan sari daun suji (sejenispandan). Sari daun ini berfungsi sebagai pewarna hijau agar kipo tampil menarik. Semua bahannya alami. Ndeso sekali.

Setelah dibentuk, kipo mentah ini dipanaskan di atas cobek tanah dengan dilapisi daun pisang kluthuk (pisang batu). Sengaja dipilih daun pisang kluthuk karena daun ini berbeda dengan daun pisang jenis lain.

Daun pisang kluthuk permukaannya berlapis minyak sehingga kipo tidak lengket saat dipanaskan. Daun pisang jenis lain cenderung lengket dan menimbulkan bekas warna di kipo.

Setelah beberapa kali dibolak-balik di atas cobek, kipo matang dalam hitungan beberapa menit. Saat masih hangat, hm ... baunya sedap mengudang selera. Ukurannya yang imut-imut cocok untuk sekali emplok (telan).

Rasa kipo bisa dibayangkan. Wangi dan manis. Lapisan ketan membungkus gurih kelapa muda dan manis gula jawa. Manis yang sederhana. Sesederhana bahan dan cara masaknya.

Di toko Kipo Bu Djito, kipo dikemas cantik dengan bungkus daun pisang dan kertas. Lima buah kipo yang imut-imut itu dibungkus jadi satudengan daun pisang. Lalu bungkusan ini dilapisi lagi dengan kertas yang bertuliskan nama, alamat, dan denah toko Bu Djito.

Satu bungkus kipo harganya Rp 800,-. Kok tanggung sekali? Tidak dibulatkan Rp 1.000,-? Ya, inilah Yogya. Harga sebesar itu adalah harga Yogya, harga yang seyogianya. Harga yang jujur dan tidak dibuat-buat maupun dibuat bulat. "Harga segitu saja kadangmasih ditawar," kata Istri.

Menurut hikayat yang beredar di Yogya, nama kipo berasal dari "iki opo". Kalimat dalam bahasa Jawa ini berarti "Ini apa?" Konon, duluketika kipo belum terkenal, orang-orang yang berminat suka bertanya dengan logat Yogya- Solo, "Iki opo?" Lalu, jadilah kalimat tanya ini sebagai nama resmi jajanan ini.

Entah benar atau tidak hikayat tadi. Tak bisa dibuktikan. Yang bisa dibuktikan, Bu Djito, orangtua Istri, telah berjualan kipo sejak tahun 1946 di Kotagede. Toko Kipo Bu Djito ini berada di Jln. Mondorakan No. 27, Kotagede. Tak jauh dari deretan toko-toko kerajinan perak Kotagede.