Penulis
Intisari-Online.com - Namanya unik. Bukan latah karena ada bakso bakar. Perkedel bakar memiliki sejarah panjang. Sama panjangnya dengan berdirinya Depok.
Dulu, Depok merupakan bagian dari beberapa tanah milik Cornelis Chastelein, seorang pejabat VOC. Depok digarap menjadi perkebunan kopi, lada, kelapa, dan bambu. Tentu saja, Chastelein memerlukan tenaga kerja untuk menggarap perkebunan ini. Ia pun mendatangkan tenaga kerja atau budak dari berbagai daerah dan menempatkan mereka di Depok.
Akan tetapi, Chastelein memberlakukan budak tak seperti kebanyakan orang Belanda saat itu. "Dia malah memerdekakan para budak dan membagi-bagikan lahan garapan kepada para budak ini," tutur Yano Jonathans, seorang keturunan "Komunitas Orang Depok" sekaligus anggota Yayasan Lembaga Cornelis Chastelein.
Dalam surat wasiat Chastelein tertanggal 13 Maret 1714, disebutkan bahwa setelah ia wafat maka seluruh tanah menjadi milik 150 budak. Para budak ini sebelumnya telah menganut Agama Kristen. Saat itu, hanya ada satu nama keluarga atau marga di antara budak tersebut yang menjadi ahli waris Chastelein. Nama marga Depok itu adalah Soedira. Perkembangan selanjutnya di abad ke-19, para ahli waris menggunakan nama depan mereka sebagai marga.
Jadilah 12 marga yang merupakan keturunan ahli waris Chastelein. Mereka adalah Bacas, Isakh, Jacob, Jonathans, Josep, Laurens, Leander, Loen, Samuel, Soedira, Tholense, dan Zadokh. Mereka inilah orang-orang Depok asli dan menyebut diri sebagai "Komunitas Orang Depok".
Karena di masa awal-awalnya mereka hidup dalam lingkungan Kristen dan tradisi Belanda, orang-orang Depok asli mengadopsi budaya Belanda di kehidupan sehari-hari. Mulai dari bahasa yang dituturkan adalah Bahasa Belanda sampai makanannya pun makanan Belanda.
Salah satu kuliner itu adalah perkedel bakar.
Moesje Yonathan menuturkan, sebenarnya resep perkedel bakar seperti perkedel kentang pada umumnya. Bedanya adalah menggunakan cengkeh dan lada. Sehingga aromanya begitu khas.
"Sapi dicincang, campur dengan kentang tumbuk, lada, cengkeh, susu, dan telur," tutur Moesje.
Penggunaan susu juga hal yang membedakan perkedel ini. Rasanya lebih gurih dan berpadu tepat antara kelembutan kental dan daging sapi cincang. Moesje sendiri mengaku ada beberapa orang di komunitasnya yang masih bisa memasak Perkedel Bakar maupun kuliner khas lainnya.
"Saya belajar dari mama saya. Kami tidak punya resep tertulis. Semua dipelajari turun temurun. Saya sudah bisa masak sejak remaja," katanya.
Jika Anda berminat perkedel bakar atau makanan khas Depok lainnya, tanggal 28 Juni 2014, bisa bertandang ke kantor sekretariat Yayasan Lembaga Cornelis Chastelein di Jalan Pemuda Nomor 27, Depok. Sebab, dalam rangka perayaan Ulang Tahun Kota Depok, pihak yayasan menggelar bazaar yang juga menyediakan beberapa makanan khas "Komunitas Orang Depok". (Ni Luh Made Pertiwi F/Kompas.com)