Find Us On Social Media :

Perang Lidi untuk Menguji Minyak Mamala di Ambon

By Agus Surono, Kamis, 11 September 2014 | 08:00 WIB

Perang Lidi untuk Menguji Minyak Mamala di Ambon

Intisari-Online.com - Menyaksikan atraksi ini kita akan teringat dengan atraksi serupa di Bali Aga. Yakni Mekare Kare atau perang pandan. Upacara ini dilakukan pada sasih kelima (bulan kelima pada kalender Bali) dan menjadi bagian dari upacara "Sasih Sembah", sebuah upacara keagamaan terbesar di Desa Tenganan, Bali Aga.

Jika di Bali menggunakan daun pandan, maka atraksi di Negeri (Desa) Mamala, Kecamatan Leihitu, Kabupaten Maluku Tengah, Maluku ini menggunakan tiga atau empat lidi aren yang disatukan. Dua petarung saling memukulkan lidi itu ke bagian tubuh yang diperbolehkan untuk dipukul. Yakni di atas perut dan di bawah bahu.

Sore itu, sekitar pukul 17.00 WIT, ada 40 pria memasuki pelataran masjid yang sudah disulap menjadi arena pertunjukan berukuran 25 x 15 meter persegi. Sebanyak 20 orang mengenakan celana berwarna putih dengan ikatan kepala kain putih, sementara 20 orang lainnya mengenakan celana merah dengan ikat kepala kain merah. Di sekeliling mereka, ribuan orang sudah memadati pelataran untuk menyaksikan para petarung tadi unjuk kekuatan menahan hantaman lidi aren.

Wasit lalu memasuki lapangan dan memberikan arahan singkat. Dari 40 petarung, sang wasit memasangkan mereka menjadi 20 pasang dan akan tampil dalam tiga sesi. Sesi pertama tujuh pasang, kedua enam pasang, dan ketiga tujuh pasang. Setiap pasang diberikan waktu tujuh menit untuk bertarung.

Setelah selesai adegan itu, setiap pasang wajib berangkulan. ”Seng (tidak) ada dendam di antara katong (kami). Katong malah bangga bisa dipilih dalam acara ini untuk merajut persaudaraan,” kata Bakri (45), yang sudah tiga kali menjadi peserta dalam acara itu.

Atraksi yang dinamakan pukul sapu atau dalam bahasa setempat disebut Baku Pukul Manyapu, mulai digelar sejak 1643 Masehi. Pukul sapu dilakukan untuk menguji khasiat minyak Mamala. Hasilnya, dalam waktu paling lama dua hari, minyak itu dapat menyembuhkan luka yang timbul akibat terkena pukulan lidi aren.

Minyak Mamala adalah minyak kelapa yang didoakan secara Islam sekitar pukul 00.00 waktu setempat, tepat pada hari pelaksanaan Pukul Sapu. Ritual itu dilakukan di rumah raja (kepala desa), yang dihadiri tokoh masyarakat, adat, dan agama.

Dalam catatan sejarah setempat, minyak Mamala pertama kali digunakan dalam pembangunan masjid pada 1643 Masehi, yakni untuk menyambung balok kayu yang patah. Dengan peristiwa itu, masyarakat yakin, minyak Mamala tak hanya bisa menyambung kayu, tetapi dapat juga digunakan untuk mengobati luka manusia. Pukul Sapu dilakukan untuk membuktikan khasiat minyak tersebut.

Bahkan, dalam kehidupan sehari-hari, minyak Mamala ampuh menyembuhkan warga yang menderita gatal, keseleo, dan patah tulang. Tak hanya warga Mamala, warga lain juga diperbolehkan menggunakan minyak itu dan terbukti bisa sembuh.

”Selama ini banyak orang, baik Maluku, dari Papua, Jakarta, dan daerah lain, datang ke sini ingin menggunakan minyak Mamala. Siapa saja dan dari mana asalnya, katong persilakan datang ke sini,” kata Karin Hatuala, seksi acara dalam pertunjukan satu tahunan itu.

Sebagai bentuk syukur kepada Yang Mahakuasa atas khasiat minyak Mamala, pelaksanaan acara Pukul Sapu setiap 8 Syawal atau tujuh hari setelah perayaan Idul Fitri. Pukul Sapu dipadukan dalam syukuran hari kemenangan setelah berpuasa selama bulan Ramadhan.

Acara yang digelar setiap tahun itu sudah menjadi tujuan wisata warga Kota Ambon dan sekitarnya. Bahkan, tampak beberapa wisatawan mancanegara dan juga domestik. (Kompas/Fransiskus Pati Herin)