Penulis
Intisari-Online.com -Tidak semua candi-candi Padanglawas terawat dengan baik. Tak jauh dari Candi Bahal I (dikenal pula dengan sebutan Biara Portibi) terdapat gundukan. Di papan petunjuk yang ada di situ tertulis sebagai Candi Pulo. Beberapa pecahan artefak dari batuan tuff (sejenis batu apung) masih terlihat berserakan di sekitar gundukan yang telah ditumbuhi rerumputan liar.
Bersama Trio Bahal, Candi Pulo terletak di sepanjang tepian Sungai Batangpane. Secara administratif sebenarnya ini wilayah Padangbolak. Di samping keempat candi itu, masih ada Candi Sitopayan dan Candi Bara yang kini tinggal berupa gundukan dan diwamai serakan artefak di sekelilingnya.
Bergeser ke daerah aliran sungai (DAS) Sungai Barumun, kita bisa mengunjungi Candi Sipamutung, yang sesungguhnya lebih rumit dari Candi Bahal. Kompleks ini masih dalam tahap pemugaran dan belum banyak dikunjungi wisatawan. Bisa jadi, akses jalan yang sulit ditempuh membuat namanya kurang terdengar, bahkan di kawasan Tapanuli Selatan sekalipun.
Candi Sipamutung juga berlatar belakang Buddhis. Yang sedikit berbeda, candi perwaranya dibangun dari batuan tuff. Untuk mencapai kompleks Candi Sipamutung, kita harus menyeberang Sungai Barumun dengan meniti jembatan gantung yang sudah mulai reot; sebuah puncak tantangan setelah sebelumnya kita menembus jalan kebun yang becek dan berlumpur tatkala hujan.
Setiba di seberang, yang sudah masuk wilayah Desa Siparau, kita akan menyaksikan benteng tanah yang terdiri atas dua buah gundukan yang saling berjajar dengan bagian tengahnya membentuk kanal. Sepertinya benteng itu dibangun untuk melindungi sesuatu, sedangkan kanal dimanfaatkan sebagai akses langsung menuju Sungai Barumun. Pada zaman dulu, sungai itu menjadi jalur perdagangan yang cukup ramai dikunjungi kapal-kapal asing.
Candi-candi lain yang terdapat di DAS Sungai Barumun yaitu Candi Aek Tunjang, Tandihat I, Tandihat II, Longung, dan Candi Sisangkilon. Dua candi yang disebut terakhir berada di Kecamatan Barumun. Dari sederetan candi itu, Candi Longung memiliki keistimewaan tersendiri, karena dibangun dari batuan tuff, bukan dari bata seperti umumnya candi di kompleks Padanglawas.
Namun, artefak-artefak yang menarik banyak ditemukan di Candi Tandihat I. Meski tidak lagi dijumpai area, masih tersisa lapik-lapik area dengan pahatan yang indah serta yoni. Namun, sayang tidak dilengkapi pasangannya, lingga. Temuan-temuan itu sarat dengan ciri Siwaistis, khususnya yang ditunjukkan oleh artefak yoni. Dalam konsep Hindu, lingga dan yoni merupakan simbol kesuburan atau asal-muasal kehidupan.
Kondisi candi lainnya cukup menyedihkan, karena hanya menyisakan reruntuhan. Jika tidak segera diselamatkan, akan musnah tertelan kala. Candi Aek Tunjang, misalnya, sudah mengalami kerusakan parah dan sulit untuk direkonstruksi mengingat di atasnya telah berdiri rumah-rumah penduduk.