Penulis
Intisari-online.com - Bali, pulau yang terkenal dengan keindahan alam dan budayanya, memiliki salah satu warisan budaya yang unik dan berharga, yaitu subak.
Subak adalah organisasi masyarakat petani yang khusus mengatur sistem irigasi atau pengairan sawah yang digunakan dalam bercocok tanam padi di Bali.
Subak tidak hanya berfungsi sebagai sarana teknis untuk mengalirkan air dari sumbernya ke lahan pertanian, tetapi juga sebagai lembaga sosial, budaya, dan agama yang mengatur hubungan antara manusia, alam, dan Tuhan.
Subak telah ada di Bali sejak abad ke-9 Masehi.
Sistem ini berkembang dalam pengaruh nilai-nilai ajaran agama Hindu yang kuat dan membentuk suatu kearifan lokal, yang membuat masyarakat petani di Bali dapat hidup serasi dengan alam untuk memperoleh hasil panen yang optimal.
Subak menerapkan konsep Tri Hita Karana, yaitu tiga prinsip dasar untuk mencapai kesejahteraan, yaitu parahyangan (hubungan antara manusia dan Tuhan), pawongan (hubungan antara manusia dan sesama manusia), dan palemahan (hubungan antara manusia dan alam).
Subak terdiri dari beberapa komponen, antara lain hutan yang melindungi sumber air, sawah berundak yang membentuk lanskap yang indah, saluran air yang menghubungkan sawah-sawah dengan sistem bendungan, terowongan, dan pintu air, desa-desa yang menjadi tempat tinggal para petani, dan pura-pura yang memiliki ukuran dan fungsi yang berbeda-beda yang menandai sumber air atau jalannya air dari pura ke pura sepanjang turunnya air ke lahan subak.
Pura subak adalah tempat ibadah bagi para petani yang dipersembahkan untuk Dewi Sri, dewi kemakmuran dan kesuburan.
Di dalam pura subak, para petani melakukan berbagai ritual keagamaan yang berkaitan dengan siklus tanam padi, seperti memohon hujan, meminta keselamatan, mengucap syukur, dan lain-lain.
Subak memiliki sistem pengelolaan yang demokratis dan partisipatif.
Setiap anggota subak memiliki hak dan kewajiban yang sama dalam mengurus subak.
Baca Juga: Penjelasan Berbagai Perubahan Budaya pada Masa Penjajahan Belanda
Subak dipimpin oleh seorang pekaseh, yaitu pemimpin adat yang juga seorang petani, yang dibantu oleh beberapa pengurus lainnya.
Keputusan-keputusan penting dalam subak dibuat melalui musyawarah dan mufakat dalam rapat anggota subak yang disebut sangkep.
Subak juga memiliki aturan-aturan yang disebut awig-awig, yang mengatur tentang hak dan kewajiban, sanksi, dan tata cara dalam subak.
Subak merupakan salah satu warisan budaya dunia yang diakui oleh UNESCO pada tahun 2012.
Subak memenuhi kriteria sebagai warisan budaya dunia, antara lain: subak merupakan tradisi budaya yang membentuk lanskap Pulau Bali, subak merupakan lembaga tradisional yang menerapkan filsafat Tri Hita Karana dalam aktivitasnya, subak memiliki nilai estetika, historis, dan spiritual yang tinggi, subak memiliki peran penting dalam menjaga keanekaragaman hayati dan kelestarian lingkungan, dan subak memiliki potensi untuk memberikan manfaat sosial, ekonomi, dan budaya bagi masyarakat.
Subak, sistem irigasi persawahan Bali yang menjadi warisan budaya dunia, adalah salah satu bukti kekayaan dan keunikan Indonesia.
Subak menunjukkan bagaimana masyarakat Bali dapat menciptakan suatu sistem yang harmonis, dinamis, dan berkelanjutan dalam mengelola sumber daya alam yang ada.
Subak juga menunjukkan bagaimana masyarakat Bali dapat melestarikan nilai-nilai budaya dan agama yang menjadi identitas mereka.
Subak adalah warisan yang harus kita jaga dan kembangkan agar tetap lestari dan bermanfaat bagi generasi mendatang.